followers

Minggu, 28 Agustus 2011

Stripes and Polka (Stop Motion Video)

Akhir-akhir ini kita kembali akrab dengan istilah ‘mudik’, kegiatan ‘pulang kampung’ yang berlangsung secara masiv di Indonesia ketika menjelang Lebaran. Perjalanan inipun menjadi perjalanan yang penuh suka cita, karena kita kembali bertemu dengan keluarga, kerabat dan teman lama, setelah sekian waktu.

Kisah perjalanan Stripes dan Polka adalah kisah sederhana yang kami ceritakan melalui video stop-motion berdurasi 2 menit 31 detik. Bercerita tentang perjalanan dua cacing untuk saling bertemu setelah sekian lama terpisah.
Keinginan membuat video ini muncul ketika kami terkagum-kagum setelah melihat beberapa video stop-motion di internet. Bentuk cacing yang sangat sederhana kami ambil sebagai tokohnya. Pada badannya, kami sematkan pola pattern yang paling dasar yaitu garis-garis (stripes) dan bulat-bulat (polka dot). Kemudian berbekal perangkat seadanya, kami mengerjakan video ini dalam waktu satu hari.
Tokoh Stripes dan Polka terbuat dari kertas HVS berlapis karton. Sebelumnya, kedua tokoh ini kami gambar dahulu, kemudian diolah secara digital dan diprint. Sementara untuk eksekusi videonya, kami menggunakan kamera digital Canon PowerShot A800. Terdapat sekitar 485 frame dalam video ini yang diedit secara sederhana menggunakan software Adobe Premiere Elements. Inilah pengalaman pertama kami membuat karya video stop-motion, semoga berkenan menonton. enjoy!


Stripes and Polka
Cast : Stripes, Polka and found object
Written, Directed and Photographed by Ojan & Putri
Song : Sigur Ros – Gobbledigook



salam, 
Ojan dan Putri



Kamis, 25 Agustus 2011

Sindikasi Tobucil : “Klik”, dan Handmade pun Dinyalakan

Halo-halo Bandung!

kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)
 
 
 
Siang masih bergairah, membakar. Saya yang kecil ini pun sedikit terhuyung-huyung mencari segelas minuman dingin di sisi jalan Bandung yang agak berdebu. Tangan pun kemudian dengan sigap memainkan urutan-urutan huruf pada keyboard laptop. Meng-googling ke sana kemari sembari menunggu terik menjadi sedikit lebih bersahabat. Entah mengapa, hal-hal yang berhubungan dengan matahari dengan isengnya saya jadikan keyword. Sampai kemudian kata “Nyala” menghubungkan saya dengan crafter yang satu ini. Penasaran membuncah demi membaca nama “Nyala” dan deretan kancing yang terpampang pada karya-karyanya. Yihaa… Korespondensi (bahasa jaman SD bener, ya, ahahaha) dimulai. Percakapan pun terjalin…
 
Aku penasaran, nih… kenapa brand-nya dinamain Nyala?
Aku suka mengartikan ‘Nyala’ itu sesuatu yang positif, passion, sisi paling terang,  semacam tombol “turn-on”. Semua orang kan pasti punya spirit ini, cuman kadang-kadang lupa dinyalakan, harapannya sih mudah-mudahan Nyala bisa membantu mengingatkan orang-orang bahwa semua orang itu diciptakan untuk menjadi spesial, untuk bersinar :)


Oh, ya. Nyala sendiri memulai pergerakannya semenjak kapankah?
Sejak tahun 2008. Waktu itu ol shop belum seheboh sekarang dan dulu masih jualan barang-barang  yang “apa-lo-mau-gua-ada” :P . Singkat cerita, akhirnya tahun 2009 pindah ke facebook dengan konsep baru, disini mulailah jual aksesoris handmade buatan sendiri. Awalnya dulu mengeksporasi benang wol di mix kancing, kabel dengan printilan listrik, kawat, ring-ring besi, recycle kantung plastik, dan lain lain. Ternyata Alhamdulillah ada juga yang suka aksesoris aneh-aneh begitu.
 
 
Produk-produknya Nyala apa sajakah?
Sekarang lebih fokus ke aksesoris, kalung, gelang, langlung (bisa gelang, bisa kalung), bros, dan cincin. Bahan yang paling sering dipakai yaitu dari seleting dan kancing. Bahan lainnya pita, wol, batok, manik-manik, mute, dll. Sebetulnya pengen banget bikin dari limbah apa gitu, tapi belum nemu bahan yang pas (yang mudah dibuat dengan skill pas-pas-an :P). Untuk saat ini, produk Nyala masih dikerjakan oleh 3 orang kakak-beradik dan masing-masing punya bahan favorit beda-beda dalam berkarya.

Aku liat produk-produknya Nyala banyak banget yang menggunakan kancing. Kenapa, sih, yang dipilihnya kancing? Apa yang unik dari si kancing itu sendiri?
Sebetulnya aku suka banget sama bahan-bahan yang banyak pilihan warnanya, makanya pilihannya jatuh pada kancing dan juga seleting. Alasan lain kancing itu awet, tahan lama, tidak luntur, mudah didapat, simple, murah dan bisa jadi teman minum teh *loh. 
(Selanjutnya baca di sini)

Senin, 22 Agustus 2011

On Day Monday #26 - HUFF Magazine

Huff, Kegelisahan Yang Menyenangkan

Teringat sebuah kuliah tentang media beberapa tahun lalu, ketika itu dosen saya membahas tentang pergeseran sosial yang terjadi sebagai imbas hadirnya sosial media di internet. Menurut beliau, Website-website seperti Facebook dan Twitter secara perlahan tapi pasti menggeser beberapa nilai sosial bahkan sampai ke bahasa. Tiba-tiba muncullah bahasa ikon yang mampu memunculkan ekspresi melalui tanda baca yang disusun sedemikian rupa. Tidak hanya ikon, muncul juga kata-kata yang menggantikan fungsi ekspresi. Misalnya saja untuk ekspresi tertawa yang memiliki versi tulisan yang beragam seperti "hahah" "hihihi" "LOL" sampai "wkwkwkwk" (yang entah bagaimana mengucapkannya). Dari sini juga kita mengenal bahasa-bahasa yang menggambarkan ekspresi kesal atau sedih seperti "arghhh" "sigh" dan "huff". Kata-kata ini menjadi begitu familiar, sehingga tidak lagi aneh jika kata-kata semacam ini dijadikan sebuah nama, brand, atau sejenisnya.


Adalah Mira, Bentar, dan Dito, yang menjadi penggagas majalah online dengan titel "HUFF". Kembali lagi ke pembahasan diatas, dimana kata "huff" merupakan perwujudan dari ekspresi kesal, ini pula yang menjadi sejarah lahirnya Huff Magazine. Menurut ketiganya, Huff adalah project yang terlahir akibat dari kegelisahan mereka terhadap majalah-majalah yang beredar saat ini. Ibaratnya seperti mencari celana jeans yang pas, ketika mendatangi tiga dept.store dan tidak menemukan satupun yang dirasa cocok, akhirnya seringkali kita memutuskan untuk membuatnya sendiri. Dimulai dengan membuat desainnya sendiri, membeli bahan yang kita inginkan, dan lalu menjahitkannya untuk mendapatkan celana jeans yang pas. Kurang lebih seprti ini penggambarannya. Karena tidak menemukan hal-hal yang ingin mereka dapatkan dari sebuah majalah, maka terciptalah Huff yang menjadi wadah bagi idealisme mereka.

“HUFF MAGAZINE IS AN ONLINE-BASED COLLECTIVE MAGAZINE FOCUSING ON CONTEMPORARY VISUAL ART. HUFF MAGAZINE CAN ALSO BE DEFINED AS A DYNAMIC ART SPACE THAT PARTICULARLY INVITES ARTIST FROM VARIOUS FIELD TO COLLABORATE AND JOIN THE PROCESS.” Ini adalah deretan kata yang terdapat pada halaman pertama website majalah ini. Layaknya sebuah perkenalan yang sempurna, kata-kata ini dengan tepat memberikan identitas bagi majalahnya. Secara konten, Huff banyak menghadirkan visual-visual menarik seperti karya foto dan desain/olah digital. Selain itu, Mira, Bentar dan Dito juga mengajak beberapa teman, seniman, dan kerabat untuk memberikan kontribusi di setiap edisinya.

 
Seperti hari ini misalnya, dimana saya ikut ambil bagian dalam pengerjaan Huff edisi selanjutnya. Bagian kecil kok, bukan menjadi kontributor atau apa, hanya membantunya dalam membuat kolase sebagai salah satu konten dalam edisi Huff berikutnya. Walaupun hanya sedikit, tapi saya bisa merasakan kesenangan yang selalu disebut-sebut Mira ketika mengerjakan Huff. Menurutnya, banyak hal yang terpuaskan di sini. Bentar dan Dito pun merasakan hal yang sama. Salah satu kesenangan yang mereka rasakan adalah mendapatkan alasan untuk bisa bekerjasama dengan orang-orang favorit mereka. Huff juga membuka banyak pintu bagi kesempatan-kesempatan lainnya yang lebih besar.

Secara personal, bagi Mira, Bentar dan Dito, Huff dianggap sebagai tempat bermain dan belajar. Huff juga menjadi ruang bagi mereka untuk "memajang" karya selayaknya galeri, namun tidak terbatas pada dinding. Baik kepuasan maupun pengetahuan dirasakan mereka selalu upgrading di setiap edisinya. Bagi saya, Huff adalah proyek senang-senang, tapi bukan iseng-iseng. Dari obrolan ini saya juga meyakini, ternyata membuat dan menerbitkan majalah sangat mungkin dilakukan sendiri. Sesuatu yang menurut saya harus dicoba oleh setiap orang yang memiliki passion yang sama.


Huff Magazine :
http://huffmagazine.com/
(silakan dibaca dan didownload secara free :)

foto dan tulisan oleh : Putri

Kamis, 18 Agustus 2011

Sindikasi Tobucil : Ketika Foto Menggenggam Harapan

Halo-halo Bandung!

kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)

Prabowo Setyadi alias Bowo adalah fotografer lawas yang terlalu sering saya jumpai dengan tentengan kamera di tangannya. Penjelajah yang kerap petangkringan di keramaian dan kepungan manusia. Sampai kemudian, di suatu sore, puluhan buku hadir bersama Bowo. “200 Portraits+Hopes of Bandung People” adalah buku yang berisikan kumpulan foto karyanya yang berisi 200 foto warga bandung dengan harapan-harapan yang dimilikinya.


Beberapa waktu yang lalu, sengaja saya mengumpulkan niat untuk menyempatkan diri menyambangilaunching buku tersebut, namun sial beribu sial, hujan yang mendera ditambah kemacetan Bandung yang kian menyebalkan di akhir minggu membuat saya bersahabat dengan kata terlambat. Meski demikian, foto-foto Bowo terus bergumam di kepala, bahkan berhari-hari setelah kegagalan atas nama keterlambatan tersebut terjadi. Mengamati karya Bowo membuat saya agak terusik dengan maksud dan tujuan lelaki tinggi langsing ini. Nah, daripada saya terusik sendiri, jadilah saya pun mengusik-ngusik Bowo. Janji pertemuan pun dibuat, menghadirkan pertanyaan demi pertanyaan mengenai karyanya, mengenai harapannya, mengenai fotografi di dalam hidupnya. Percakapan kami pun kemudian terjalin di sejuknya udara Bandung dan secangkir kopi hitam pahit dengan gula yang begitu minimalis…


Apa yang melatarbelakangi kamu membuat buku ini?
Pertamanya, sih untuk hadiah ulang tahun Bandung yang ke-200. Bulan September tahun lalu, kan, ulang tahun yang ke 200-nya. Tapi tujuan utamanya adalah bahwa 200 orang ini adalah warga kota Bandung yang memiliki daya tahan lebih di bandingkan kita yang mungkin kerja di kantoran. Mungkin karena latar belakang mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah yang kesulitan mencari ruang untuk mengapresiasikan dirinya. Ya, ini semacam dokumentasi.


Kalau ide awalnya sendiri gimana, tuh, sampai jadi 200 foto dengan pose orang-orang memegang karton bertuliskan harapan-harapan mereka?
Jadi tahun 2009 pernah membuat yang seperti itu juga, tapi waktu itu pas ulang tahun Indonesia. Waktu itu dicetak postcard untuk ikutan pameran yang diadain oleh Beritaseni.com. Ternyata pas dilihat-lihat oke juga, nih, memasukkan foto digabungkan dengan teks secara langsung. Kan, biasanya kalau di media massa, foto pakai caption berupa teks di bawah fotonya sebagai keterangan. Nah, kalau ini dibalik, ini bukan foto untuk di media. Jadi di foto saya penggabungan teks dan foto secara langsung. (selanjutnya baca di sini)


Senin, 15 Agustus 2011

On Day Monday #25 - Nurify "Ledidak"

Minggu lalu merupakan minggu yang cukup membuat resah. Karena human error, selama beberapa hari akun Google kami tidak dapat diakses. Sempat ketar ketir ketika mencoba membuka page blog ini dan menemukan pengumuman bahwa blog sudah dihapus. Untung saja bantuan datang dari teman-teman terdekat dan kami bisa mendapatkan akun kami kembali. Rasanya lega bukan main. Karena hal ini pula, minggu lalu kami terpaksa menghentikan beberapa kegiatan rutin kami seperti Sindikasi Tobucil dan On Day Monday. Namun sepertinya waktu beristirahat sudah cukup, minggu ini kami kembali lagi dengan On Day Monday, menghadirkan cerita dari seorang crafter sekaligus seniman, bernama Nurify.

-------------


Merelakan Pasar, Memilih Idealisme

Cinta pertama terkadang memang susah untuk dilupakan. Walaupun sudah ditinggalkan sekian tahun, ketika rasa penasaran menjadi bumbunya, tidak terlalu sulit untuk memanggilnya kembali. Kurang lebihnya inilah yang saya bayangkan terjadi pada Nurify. Bukan cinta pertama dalam konsep hubungan percintaan pria dan wanita, tapi cinta pertama pada bakat dan hobi yang telah lama ditinggalkannya.


Sejak kecil Nurify suka menggambar. Dia memiliki bakat itu. Lalu distraksi demi distraksi mengalihkan perhatiannya, hingga akhirnya dia bertemu kembali dengan dunia seni yang membuatnya kembali menggambar. Kemampuannya ini digunakannya untuk mentransformasi ide-ide yang ada di kepalanya. Tidak puas dengan bentuk-bentuk dua dimensi, Nurify lalu mencoba mengolah bentuk seni yang lain yaitu bentuk-bentuk tiga dimensi. Dari bisnis Keluarga, Nurify akrab dengan bahan-bahan tepung dan adonan kue. terpikir olehnya bahwa bahan-bahan ini dapat diolah menjadi sesuatu yang lain, yaitu asesoris.


Pips kemudian lahir. Asesoris berupa kalung dan anting-anting yang terbuat dari bahan dasar clay. Awalnya Nurify mencari tau melalui media internet. Setelah mencoba dan mengulik bahan-bahan seperti tepung dan lem putih, akhirnya dia menemukan resep claynya sendiri. Resep inilah yang selalu digunakannya dalam menciptakan berbagai bentuk asesoris di bawah payung Pips. Untuk waktu yang cukup lama, Pips telah memiliki pasar dan penggemar. Yang menjadi kekuatannya adalah selera pasar. Nurify mengakui, ketika menjalankan Pips, selera pasar adalah nomer satu. Dia bahkan menyambut semua pesanan dan mengikuti keinginan pelanggannya. Ternyata hal ini dirasa cukup melelahkan, apalagi setelah kegiatan baru mulai digelutinya.




Selama tiga bulan lamanya, Nurify disibukkan dengan kegiatan barunya sebagai seorang seniman. Dia mengikuti program Artist In Residence di Tembi Rumah Budaya, Yogyakarta. Mungkin dari sinilah Nurify mulai disusupi oleh idealisme. Karena setelahnya, dia memutuskan untuk meninggalkan Pips, dan memulai sesuatu yang lebih konseptual bernama Ledidak. Masih bermain-main dengan adonan clay buatannya, menurut Nurify asesoris a la Ledidak lebih memiliki karakter dibandingkan dengan Pips. Pada Ledidak, Nurify murni bermain-main dengan ide terliarnya dalam membuat asesoris. Dia tidak lagi berpatokan pada selera pasar, pun juga tidak lagi menerima orderan sesui permintaan pelanggan, sebuah keputusan yang ternyata masih sulit diterima oleh penggemar Pips. Nurify mengakui, Pips memang mendatangkan keuntungan yang lumayan. Namun dia tidak menyesal, karena dengan Ledidak, dia dapat menikmati apa yang dia kerjakan.




Saat ini Nurify masih disibukkan dengan kegiatannya sebagai seorang seniman. Menggambar dan memadukan clay pada kanvas, untuk persiapan pameran berikutnya. Nurify juga berniat melanjutkan studinya ke pascasarjana ISI (Institut Seni Indonesia) mengambil jurusan fine art, sambil mengolah konsep yang lebih matang untuk Ledidak. mari kita nantikan :)


Nurify "Ledidak"
http://pips-shop.blogspot.com/


Ditulis oleh : Putri
Foto oleh : Putri dan dok.pribadi Nurify

Senin, 01 Agustus 2011

On Day Monday #24 - Natura Kusumadewi, Owlie Lolie

Peluang Bisnis Burung Hantu


Berawal dari tempat pensil owl buatan tangannya sendiri, Natura yang akrab disapa Nana memulai Owlie Lolie. Buatan tangan Nana ini ditaksir banyak temannya. Pada saat itulah Nana mulai menerima pesanan custom berbagai macam produk dari bahan flanel, katun dan kanvas. Tadinya, produk-produk yang dihasilkan Nana hanya dijual dengan harga Rp 10.000,-. Lama kelamaan, ketika dirasa tuntutannya semakin banyak, Nana mulai mencari cara untuk menaikkan nilai produknya. Misalnya saja dengan menambah berbagai fitur seperti busa dan furing.


Dalam produksi Owlie Lolie, Nana masih melakukan semua prosesnya sendiri. Mulai dari mencari bahan, membuat pola, menjahit, sampai foto produk. Bisa dikatakan Nana adalah single fighter dalam hal ini. Karena ini jugalah Nana membuat produk by order. Artinya Nana membuat contoh produknya dulu untuk nantinya akan diperbanyak sesuai dengan pesanan. Produk-produk yang sudah dihasilkannya sampai saat ini adalah tempat pensil, tempat hp, keset handuk, tas, dan lain-lain. Saya sempat bertanya kepadanya, terpikirkah untuk keluar dari sistem made by order ini dan memproduksi produk dengan kuantitas yang lebih banyak.Ternyata Nana sedikit menolak ide ini. Dia ingin tetap menjaga esensi dari setiap produknya, yaitu personal dan eksklusif. Bahkan beberapa tawaran re-seller yang datang padanya juga sempat ditolak. Seperti inilah idealisme Nana dalam Owlie Lolie.



Jika berbicara mengenai Idealisme, burung hantu yang menjadi ikon Owlie Lolie saat ini sangat mewabah. Hal ini ternyata pernah mengusik idealismenya. Nana mengaku, dia sempat terpikir untuk meninggalkan burung hantu karena ini. Namun ternyata dia terlalu sayang dengan burung hantu untuk meninggalkannya. Kata Nana, burung hantu adalah ikon yang membuatnya terjun ke dunia ini. Burung hantu pula yang menjadi peluang bisnis baginya, dengan keuntungan yang lumayan. Lagipula, walaupun bentuknya serupa, Nana tetap yakin bahwa barang-barang handmade akan berbeda jika dikerjakan oleh dua orang yang berbeda. Berdasar keyakinan itulah, Nana tetap yakin dengan image burung hantu yang ada pada Owlie Lolie.



Sekarang Nana tercatat sebagai mahasiswi Gizi UGM. Sebuah jurusan yang jauh memang dari apa yang dia lakukan sekarang, namun ini tidak akan membuatnya berhenti. Justru Nana bersama dengan teman-teman seangkatannya di SMA Negeri 3 Yogyakarta sedang serius menggarap sebuah website toko online yang nantinya akan menjadi wadah berjualan mereka. Sementara untuk Owlie Lolie, Nana sudah mempersiapkan beberapa produk baru dan mencoba banyak eksplorasi di luar burung hantu.

Natura Kusumadewi - Owlie Lolie
 
tulisan oleh : Putri
foto : Dok. Pribadi Nana

Share This

Related Posts with Thumbnails