followers

Kamis, 28 April 2011

SINDIKASI TOBUCIL : Menyalakan Kembali Batik

Halo-halo Bandung!
kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)
Dua tahun lalu, batik menjadi hal seksi yang diperbincangkan. Pasalnya, Malaysia, sebagai negara tetangga, tiba-tiba mematenkan batik sebagai hasil kekayaan budayanya. Tentu saja hal ini memicu berbagai reaksi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kurangnya perhatian pemerintah dalam memertahankan kultur lokal ditengarai menjadi penyebab mengapa beberapa warisan budaya leluhur Indonesia banyak yang dipatenkan oleh negara lain. Bandingkan dengan Malaysia, tahun 2004 lalu, pemerintah Malaysia bahkan telah mencanangkan kampanye Malaysia Batik- rafted for the World. Lewat kampanye itu, semua pengusaha batik di Malaysia diajak untuk semakin meningkatkan kreasi mereka. Pengusaha-pengusaha batik digerakkan untuk membuat batik-batik yang disesuaikan dengan tren mode yang sedang disukai masyarakat luas.


Itu dua tahun yang lalu. Bagaimana dengan sekarang? Yang pasti, kehebohan batik di kalangan akar rumput tak pernah padam. Sempat menjadi trend di hari Jumat, Pada Piala AFF lalu, terbetik seruan untuk menggunakan batik ketika menonton partai puncak super panas antara Indonesia-Malaysia.

Batik sendiri sebenarnya memiliki makna yang sangat kaya karena dikerjakan oleh para perajin batik  Indonesia dengan penuh perasaan. Goresan canting di atas kain pun tidak semata-mata mengikuti pola yang ada. Dengan latar belakang perajin yang berbeda, hasil batik bisa berbeda pula. Ini sebabnya mengapa Indonesia sangat kaya dengan motif batik. Yogyakarta saja, misalnya. Dari satu provinsi yang tidak terlalu besar itu saja, terdapat lebih dari 500 motif batik, itu baru satu daerah, belum daerah-daerah lainnya seperti Bali, Jawa Barat, atau Jawa Timur. 

Banyaknya motif ini sebenarnya bisa melahirkan keuntungan besar seandainya ditangani secara serius. Bayangkan, betapa banyak batik yang bisa dipatenkan dan menjadi kekayaan Indonesia. Belum lagi ciri khasnya yang begitu elegan sudah dapat dipastikan membuat batik memiliki kans yang sangat besar untuk digemari dan masuk ke ranah mode internasional. Batik motif mega mendung, misalnya. Motif ini merupakan motif khas batik pesisir yaitu dari Cirebon atau dikenal dengan istilah Cirebonan. motif mega mendung sangat unik karena seperti awan menggantung di langit. Terdiri dari sembilan lapis lingkaran serupa awan dengan tingkat ketebalan dan gradasi warna berbeda. Motif ini biasanya dipadukan dengan motif burung. (selanjutnya baca di sini)

Selasa, 26 April 2011

Crafty Days #5, Sabtu- Minggu, 14-15 Mei 2011, @tobucil


SALE BENANG RAJUT TIPI UP TO 50%

BAZAAR HANDMADE 14-15 Mei 2011 Pk. 09.00 - 18.00 WIB
Bagus Bagus
tilunik!
Anything Sunday
OCAROL
ARC Pernik

WORKSHOP HANDMADE :
Sabtu, 14 Mei 2011
Pk. 10.00 -12.00 WIB Workshop Merajut/knitting bersama klab merajut (Gratis)
Pk. 13.00 - 14.00 WIB Workshop Yubiami bersama The Men Who Knit (Gratis)
Pk. 13.00 - 14.30 WIB Workshop Boneka Pom Pom bersama The Mogus (Gratis)                      

Minggu, 15 Mei 2011
Pk. 10.00 -12.00 WIB Membuat Boneka Bantal bersama Idekuhandmade
(Tempat terbatas & GRATIS)
Pk. 10.00 -12.00 WIB Workshop Scrap Book. 
(Biaya alat dan bahan Rp. 10.000/peserta bersama Klab Scrap Book)
Pk. 13.00 -15.00 WIB Workshop Merenda/Crochet bersama klab merenda (GRATIS)

CRAFTYPRENEUR FORUM, Sabtu 14 Mei 2011, Pk. 15.00 -17.00 WIB
Obrolan santai Berbagi pengalaman memulai usaha handmade.
Bersama: Martha Puri (idekuhandmade, Jakarta),
Ojan & Putri (Nest of Ojanto, Yogyakarta),
Ika Vantiani (Vantiani, Jakarta),
Tarlen Handayani (Vitarlenology & Pendiri Tobucil & Klabs, Bandung).

MUSIK SORE, Minggu 15 Mei 2011, Pk. 15.30 - 17.30 WIB
Menampilkan: 
Yustinus Ardhitya
Grace and Tesla
Ammy Alternative Strings

Informasi lebih lanjut:
Tobucil & Klabs Jl. Aceh 56  Bandung  Telp/Fax 022 4261548
www.tobucil.blogspot.com  www.tobucilhandmade.blogspot.com
twitter: tobucil   fb. www.facebook.com/tobucil

Senin, 25 April 2011

On Day Monday #14 - Elia Nurvista

Si Penyulap Awul-Awul
Saya selalu kagum dengan orang-orang yang mampu menyulap barang bekas menjadi sesuatu yang memiliki daya guna lebih. Ditambah lagi dengan hasil sulapan yang ciamik membuat mata termanjakan oleh bentuknya yang unik. Elia Nurvista, adalah salah satu orang yang memiliki kemampuan itu. Ditangannya, baju-baju bekas berubah menjadi dompet-dompet cantik berwarna-warni.


Berawal dari hobinya berburu baju-baju seconhand (di Jogja populer dengan istilah awul-awul), Elia bersama dengan temannya, Dina, memulai usaha membuat dompet-dompet yang diberi label Simalakamma. Baju-baju bekas ini memiliki motif dan corak yang luar biasa indah, namun tidak sedikit dari baju-baju itu yang tidak dapat digunakan. Entah karena bentuknya yang tidak sesuai, ukurannya yang tidak pas, atau beberapa bagian yang rusak karena usia. "ketoke ki mendingan diganti dadi liane malah karuan le faedah" (kayaknya tuh lebih baik diganti jadi barang lain malah lebih berfaedah) ujar Elia mengenai baju-baju bekas yang dibelinya. Dari sinilah Elia mulai membuat barang-barang baru seperti tas, pouch dan dompet menggunakan bahan dari baju awul-awul.

Melihat produk-produk yang dihasilkan Elia rasanya seperti melihat sebuah karya seni. Menurutnya, latar belakang pendidikannya di Institut Seni Indonesia jurusan desain interior banyak memberikan pengaruh dalam proses kreatifnya. Tidak hanya menciptakan sebuah desain dan perpaduan motif yang unik, Elia juga menggabungkan beberapa teknik untuk menciptakan produknya. Saat ini, Elia banyak menggunakan teknik hand-stitching dan sablon pada setiap produk yang dihasilkannya. Tapi tentu saja dia tidak akan berhenti sampai disitu, Elia berencana utnuk terus mengeksplor teknik-teknik lain untuk memperkaya produk-produk Simalakamma.


Selain membuat produk, beberapa kali Elia juga membuat karya seni yang sempat dipamerkan. Seperti foto diatas contohnya, adalah beberapa karyanya yang merepresentasikan kecintaannya akan sepatu.


Terimakasih obrolan hangatnya, Elia. Tak sabar ingin berkunjung kembali untuk secangkir blackcurrent tea dan biskuit :D 

Jika ingin berkenalan dengan Elia, silakan berkunjung saja ke blog dan facebooknya :)
http://simalakamma.blogspot.com/
http://www.facebook.com/profile.php?id=759412990
atau kontak mereka di email simalakama[at]gmail[dot]com

ditulis oleh : Putri
foto oleh : Ojan

Minggu, 24 April 2011

SINDIKASI TOBUCIL : Berkolase Itu Mudah!

Halo-halo Bandung!
kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)
  
Hola-hola! Tobucil handmade lagi-lagi kedatangan pembuat kolase! Yap, setelah beberapa bulan yang lalu sempat hahahihi bareng Billy Anjing, kali ini, sambil menikmati bakwan dan menyeruput kopi hitam, pergunjingan mengenai kolase mampir melalui hohohehe bareng Ika Vantiani, seorang pembuat kolase yang juga punya hobi bikin craft dari bahan kain-kain vintage. Mari, ah, disimak dengan takzim…

Sejak kapan, nih, Ika bikin-bikin kolase? Ceritain dong…
Kalau bikin-bikin sudah dari tahun 2008. Nah, kalau kenal kolase pertama kali waktu bikin zine tahun 2000. Tapi waktu itu kolase cuman buat bikin zine aja, baru tahun 2008 melihat kolase sebagai sebuah tehnik berkarya yg serius. Nah, karena saya enggak bisa gambar tapi pengen bikin karya seni dan waktu itu sering liat blog-blog artist and crafter dari Amerika, saya merasa, ah, kayaknya gue bisa nih bikin. Lalu mulailah gue bikin kolase pertama kali dan tidak pernah berhenti hingga hari ini.
Hmm… Kenapa kamu melihat kolase sebagai karya yang serius?
Maksudnya begini, dulu, kan, saya berkolase untuk bikin zine aja. Nah, sekarang berkolase untuk membuat karya yang memang saya ingin plus juga bisa dijual dan semoga suatu hari nanti bisa menghidupi saya. Jadinya dibawa ke tingkatan yang beda dari sebelumnya. Makanya berkolasenya jadi lebih tekun, lebih serius gitu.
Amin... bagi-bagi ya kalo laku, hehe. Nah-nah, menurut kamu, sebenarnya apa yang menarik dari kolase?
Nah, saya kan nggak bisa gambar dan selalu pengen bisa. Kolase kemudian membuat saya bisa memproduksi karya seperti gambar dengan hanya menggunakan gunting lem aja. Empowering banget! Tehniknya mudah, bahannya juga tapi bisa bikin karya yg hasilnya seru-seru dan ternyata memang tidak banyak, ya, artis kolase disini. Terus, kolase sendiri  walaupun sederhana tapi memang bukan tehnik membuat karya seni yang umum diketahui orang juga, soalnya saya masih seriiiiiiiing banget dapet pertanyaan kayak kolase itu apa? (selanjutnya baca di sini)

Jumat, 22 April 2011

SCREENCRAFT #1 - Objectified

Objectified: Ketika Desain Bukan Lagi Sekadar Wujud Fisik


Kenapa pengupas buah di seluruh dunia serupa? Kenapa gagangnya selalu besar dan dilapisi oleh karet? Di bagian pembukanya, Objectified, sebuah dokumenter karya Gary Hustwit tentang desain produk, menjawab kedua pertanyaan tersebut. Usut punya usut, pengupas buah sejatinya didesain untuk para pengidap artritis. Apabila kamu mengidap artritis, sendi-sendi ototmu seringkali kaku dan meradang. Oleh karenanya, menurut seorang narasumber, gagang pengupas buah haruslah besar dan dilapisi oleh materi yang mudah dipegang. Konsekuensinya:  para pengidap artritis tidak perlu mengeluarkan tenaga banyak dalam menggunakan pengupas buah, mengingat sendi-sendi tangan mereka tidaklah terlalu optimal. Narasumber tersebut kemudian beropini, “Logikanya: apabila desain ini mudah digunakan oleh pengidap artritis, berarti semua orang dapat menggunakannya.”

Dari bagian pembuka tersebut, Objectified menyodorkan sebuah kutipan bagi para penonton,  “Setiap objek punya ceritanya sendiri, asal kamu tahu cara membacanya bagaimana.” Kutipan tersebut menjadi premis yang mendasari keseluruhan Objectified. Jonathan Ive, seorang narasumber dari Apple, menjelaskan kebijakan di balik produk-produk Apple. Ive mengatakan bahwa produk perusahaannya cenderung punya fitur yang beragam dalam sebuah kemasan yang portabel. Kebiajakan yang Ive terapkan adalah menyusun beragam fitur tersebut dalam sebuah hierarki. Fitur utama ditonjolkan di fisik produk, seperti desain iPhone yang memfokuskan mata pengguna pada layar sentuhnya. Fitur-fitur pelengkap disamarkan dalam fisik produk, dan hanya akan muncul apabila dibutuhkan, seperti lampu indikator pada MacBook Air.

Ive hanyalah satu dari sejumlah desainer produk kelas dunia yang penonton saksikan sepanjang Objectified. Masih ada Dieter Rams (Braun), Chris Bangle (BMW), dan beberapa desainer independen. Mereka semua menjelaskan bagaiamana pendirian mereka sebagai desainer produk, dan bagaimana pendirian tersebut akhirnya menular ke dalam produk-produk yang mereka desain. Ada satu konsistensi yang dapat dideteksi dalam pendapat para narasumber tersebut. Mereka semua seperti sepakat bahwa desain yang baik adalah justru desain yang tidak mencolok. Sebuah produk yang baik tidak memamerkan segala fiturnya, tapi hanya memfokuskan fiturnya pada kebutuhan utama pengguna. Fitur-fitur pelengkap diadakan hanya dan hanya jika fitur-fitur tersebut tidak mengganggu penggunaan fitur utama sebuah produk. Sederhananya, bentuk produk mengikuti fungsi. Filsafat itulah yang mendasari kerja para desainer tersebut. Filsafat itu juga yang mereka pegang untuk membuat para konsumen tertarik dengan buah karya mereka.

Objectified tidak berhenti di wawancara desainer produk saja. Sepanjang 75 menit durasi film, Objectified terus menerus memperluas bahasannya. Perluasan pertama terlihat ketika film menjelaskan bagaimana kita para konsumen terhubung dengan produk-produk yang kita beli. Setiap wawancara narasumber selalu diselingi oleh adegan orang-orang memilih produk di pusat-pusat perbelanjaan. Melalui selingan tersebut, Objectified menggambarkan sebuah rantai sebab-akibat. Di satu sisi, ada sekelompok kecil desainer produk, yang secara obsesif meneliti kebutuhan para konsumen, lalu mewujudkannya menjadi sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Di sisi lain, ada massa besar yang menjadi pasar bagi para desainer produk tersebut, atau dalam kebanyakan kasus, perusahaan tempat para desainer tersebut bekerja. Dalam bingkai ini, desain bukan lagi sekadar wujud fisik suatu produk, tapi suatu komoditas yang dipasarkan.

Perluasan kedua terlihat di sepertiga akhir film. Sejumlah pengamat bergantian menyampaikan sejumlah isu tentang objek-objek yang kita beli sehari-hari. Ada yang bertanya bagaimana obsesi konsumen dengan barang baru akan mempengaruhi lingkungan alam. Bukankah dengan membeli barang baru, kita membuang barang lama dan berkontribusi menciptakan polusi? Apakah industri mempertimbangkan penggunaan materi ramah lingkungan dalam produk-produknya? Ada juga yang bertanya bagaimana desain mempengaruhi kebijakan negara. Mengingat desain produk terkait dengan kebutuhan massa, apakah desainer ke depannya akan memegang peranan penting dalam kebijakan negara? Apakah mungkin desainer ke depannya akan menjadi semacam intelektual baru?

Perluasan pembahasan yang terjadi dalam Objectified di satu sisi menjadikan film tersebut seperti tidak punya pendirian. Pembuat film Objectified kesannya tidak tahu sebenarnya ingin berargumen apa. Sangat disayangkan, mengingat menjelang akhir film ada tensi tersendiri antara produk yang efisien, produk yang memang tepat guna dengan kebutuhan konsumen, versus produk yang tidak efisien, produk yang tidak tepat guna atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan konsumen. Hal tersebut terlihat ketika di sepertiga akhir film Objectified bicara tentang polusi dari barang-barang yang kita buang. Sayangnya, hal tersebut tidak disokong oleh pertengahan awal film yang hanya mendeskripsikan produk-produk istimewa dari merk-merk kelas dunia. Pertengahan awal Objectified seperti hanya menjadi etalase dari produk-produk istimewa tersebut, dan sedikit sekali menyentuh realita lain tentang produk-produk lain yang tidak ‘istimewa’, yang sejatinya lebih banyak mengisi hidup manusia. Seperti ada keterputusan antara awal dan akhir film.

Terlepas dari dampaknya terhadap keseluruhan film, pertanyaan-pertanyaan yang Objectified ajukan memang tepat dengan situasi jaman. Dirilis tahun 2009, Objectified hadir di tengah dunia yang sedang disibukkan oleh isu pemanasan global, yang salah satunya disebabkan oleh industri dan limbah material yang dihasilkannya. Di saat yang sama juga, berita tentang inovasi teknologi, yang jelas berpengaruh pada desain produk, menjadi santapan sehari-hari masyarakat dunia. Orang berlomba-lomba membeli barang baru dan mengabaikan barang lama. Sekarang, dua tahun setelah Objectified dirilis, masyarakat dunia masih menghadapi isu yang sama, dan belum juga menemukan jawaban untuk masalah-masalah yang timbul dari perkembangan peradaban tersebut. Berdasarkan situasi jaman sekarang, Objectified menjadi relevan. Melalui film tersebut, kita dapat memahami mekanisme di balik budaya konsumerisme sekarang.

Objectified | 2009 | Sutradara: Gary Hustwit | Negara: Amerika Serikat | Narasumber: Paola Antonelli, Chris Bangle, Andrew Baulvelt, Jonathan Ive, Dieter Rams

ditulis oleh : Adrian Jonathan (http://cinemapoetica.com/)

Selasa, 19 April 2011

TUTORIAL : Mencetak Motif Dengan Stensil

Pada salah satu edisi Play Your Magic Hands, kita memang sudah pernah melakukan kegiatan ini. Namun ternyata banyak permintaan dari teman-teman agar kami menghadirkan tutorial mencetak motif ini secara lengkap. Maka pada hari Selasa yang bersahaja ini, waktunya kami menyajikan sebuah tutorial lengkap mencetak motif menggunakan stensil. Now lets play our magic hands!


Bahan-bahan yang diperlukan :
- Kain polos (tutorial ini menggunakan kain blacu)
- Kertas karton tipis
- Pensil
- Cutter pen
- Selotip
- Cat (tutorial ini menggunakan cat sablon, bisa juga diganti dengan cat akrilik)
- Spons cuci


Setelah bahan-bahannya lengkap, pertama-tama kita membuat stensilnya. Gambar sebuah motif pada kertas karton. Setelah gambarnya selesai, mulailah membuat stensil dengan cara meng-cutter bidang-bidang gambar.
Jika stensil sudah jadi, posisikan stensil pada kain polos lalu tahan sisi-sisinya menggunakan selotip. Hal ini dilakukan agar ketika memberi warna, stensil tidak bergeser dan merusak motif pada kain.


Siapkan cat dan spons, kita siap mencetak motif yang sudah kita buat. Selanjutnya, tutul-tutulkan spons pada cat. Pada proses ini, yang harus diperhatikan adalah gumpalan cat pada spons jangan sampai terlalu banyak supaya catnya tidak merembes pada kain. Mulailah menutul-nutulkan spons tadi pada kain yang sudah ditutupi stensil, beri sedikit tekanan agar cat dapat meresap dengan baik. 


Perlahan-lahan lepaskan stensil yang menempel pada kain, dan lihat! motif tadi sudah tercetak pada kain :)


Sekarang kita sudah punya selembar kain dengan motif bikinan sendiri, kira-kira mau dibuat apa ya? Saya membuat pouch serut dari kain ini. Namun tentunya dengan kreatifitas teman-teman, teknik ini bisa diaplikasikan di mana saja. Bisa pada kaos polos, tas, atau bantal :) Selamat mencoba!


Foto dan tulisan oleh : Putri

Senin, 18 April 2011

On Day Monday #13 - Paulus Mica Work

Berselingkuh Dengan Crafting

Beberapa waktu yang lalu, saya ditemani oleh Brinalloy menyempatkan diri bertandang ke kota Solo untuk hunting kain-kain cantik dan murah. Perjalanannya boleh singkat, tapi oleh-oleh yang saya bawa pulang kembali ke Jogja ternyata cukup padat. Selain seplastik besar kain-kain hasil buruan, saya juga membawa oleh-oleh cerita dari seorang crafter asal Solo yaitu Paulus. Pertemanan yang terjalin di dunia maya akhirnya bisa juga mempertemukan kami di dunia nyata. Saya janjian dengan Paulus di Beteng Trade Center, dimana dia berjanji untuk menemani saya menyusuri toko demi toko untuk berburu kain. Sambil sesekali terdistraksi oleh gulungan-gulungan kain warna warni, obrolan kami terus mengalir. Ah ternyata memang susah sekali berkonsentrasi pada banyak hal dalam satu waktu. Maka ketika tumpukan kain di tangan sudah mulai terasa berat, saya mengakhiri perburuan saya dan melanjutkan obrolan dengan Paulus sambil makan siang.

Kalimat pertama yang keluar dari Paulus ketika saya bertanya tentang hobi craft-nya adalah "membicarakan ini saya merasa seperti selingkuh". Kalimat ini mau tidak mau mengundang tanya yang lebih banyak. Selingkuh dari apa? dan apa yang membuatnya merasa seperti itu? Obrolan ini akan mengantarkan kita pada curahan hati Paulus, tentang hobinya yang dirasa tabu.

Background pendidikan Mas Paulus adalah arsitektur. Setelah lulus dari Teknik Arsitektur UGM, Paulus sempat menjadi seorang profesional dalam bidang ini selama 10 tahun di Jakarta. Lalu karena kepentingan yang berhubungan dengan keluarga, akhirnya dia kembali ke kampung halamannya, Solo. Saat ini kegiatan sehari-harinya adalah meneruskan usaha keluarga yaitu toko elektronik dan toko boneka. Kesibukannya dengan kedua toko ini membuatnya terpaksa menyingkirkan passionnya dalam bidang arsitektur. Sampai ketika banyak pesanan boneka dan bantal custom yang berdatangan, Paulus mulai menemukan kembali passionnya. Apa yang paling dicintainya tentang dunia arsitektur adalah gabungan warna-warna, tekstur dan bahan, dan kesemua itu dapat dia temukan ketika crafting. Kemudian dari sini lahirlah Mica Work, label yang diberikan Paulus untuk setiap karyanya.



Selain membuat bantal custom, Paulus juga memiliki karya lain yang merupakan perwujudan dari idealismenya. Paulus mengakui lebih tertarik dengan barang-barang interior seperti lamp shade, dan inilah yang sedang diuliknya sampai sekarang. Selain lamp shade, paulus juga menuangkan idealismenya dalam sebuah totebag dan syal. 

Kata-kata selingkuh yang sempat diucapkan Paulus menggambarkan perasaannya ketika beberapa kali kewajibannya mengurus usaha keluarga mulai terdistraksi oleh hobi crafting. Karena ini juga terkadang Paulus merasa tabu untuk membicarakan hobinya. Tentu saja bukan karena kegiatannya yang salah, namun karena tidak adanya orang yang menurutnya tepat yang dapat diajak bertukar pikiran mengenai hal ini. Internet dan blogging akhirnya menjadi teman terdekat Paulus dalam mencari inspirasi untuk berkarya.



Berbicara mengenai karya, ada satu kalimat dari Paulus yang membuat saya semakin kagum akan idealismenya, "aku gak keberatan kalau beberapa tahun lagi temen-temenku masih melihat aku naik becak atau naik bis kota, tapi aku akan merasa sangat sedih ketika ada yang bertanya "mana hasil karyamu?" dan aku tidak bisa menujukkan apapun" menurut Paulus uang bukan segalanya, yang terpenting baginya adalah dapat terus berkarya dan tetap menjalankan apa yang sudah menjadi passionnya.


Mica Work
ditulis oleh: Putri
foto : dokumen pribadi Paulus

Kamis, 14 April 2011

SCREENCRAFT (prolog)

Banyak sekali hal-hal di sekitar kami yang sangat mencuri perhatian, pikiran, dan bahkan menggerakan hati. Misalnya saja ketika kami membuat Pythagoras Pouch, kami sangat terkesan dengan kisah Pythagoras dan filosofinya melalui ilmu matematika. Atau ketika kami membuat Helvetotebag dimana kami terinspirasi dari sebuah film berjudul Helvetica karya Gary Hustwit. Hal semacam ini membuat kami ingin membaginya dengan harapan dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Kali ini, pertemanan kami dengan Cinema Poetica-lah yang menginspirasi kami untuk menyajikan sebuah program berjudul SCREENCRAFT. 


Sebelum bercerita lebih jauh tentang Screencraft, kami ingin mengajak teman-teman untuk berkenalan sebentar dengan Cinema Poetica. Cinema Poetica adalah sebuah website yang berkonsentrasi pada kritik dan arsip film. Digagas dan didirikan oleh Adrian Jonathan Pasaribu dan Makbul Mubarak di Yogyakarta pada bulan Oktober 2010. Selain aktif mengupdate website dengan film-film yang ada dalam arsip mereka, Cinema Poetica juga aktif dalam menyelenggarakan diskusi dan pemutaran film di Yogyakarta. Lebih lengkap tentang pergerakan Cinema Poetica, bisa dibaca di sini.

Sampai dengan saat ini Cinema Poetica memiliki sekitar 1200 film di arsipnya. Dan dari sekian banyak film yang ada, tidak sedikit film-film dalam ranah craft yang direkomendasikan kepada kami. Beberapa film itu benar-benar membuat kami terkagum-kagum, misalnya saja Exit Through The Gift Shop, sebuah film dokumenter tentang street-art di California, Amerika. Dan tentunya film Helvetica yang menginspirasi kami membuat Helvetotebag seperti yang sudah kami ceritakan di atas.

Dari sini terpikirlah untuk membuat Screencraft. Bekerjasama dengan Cinema Poetica, kami akan menyajikan review film-film tentang craft, design dan art. Screencraft akan dipublish di hari Jumat setiap dua minggu sekali, dimana tulisannya akan disajikan oleh kami dan Cinema Poetica secara bergantian. Harapannya tentu saja selain bisa menjadi alternatif tontonan, juga bisa menginspirasi teman-teman yang memiliki passion yang sama. Semoga saja :)

ditulis oleh : Putri

SINDIKASI TOBUCIL : Melihat Diri Pada Project #00

Halo-halo Bandung!
kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)
 
Manusia adalah objek sekaligus subjek yang tidak akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Pembahasan mengenai makhluk yang satu ini tersaji dalam berbagai medium. Pun demikian halnya dengan gelaran pameran fotografi bertajuk Project #00 yang berlangsung di Galeri Soemardja ITB pada akhir Maret 2011 lalu. Manusia menjadi tema utama yang kemudian menjadi perhatian tujuh seniman fotografi dan video ini.

Project #00 ini sendiri merupakan ruang yang diberikan oleh Jendela Ide bagi kaum muda untuk berorientasi, merumuskan diri, serta merespon dunia di luar dirinya melalui bahasa visual dan pengembangannya. Bagi saya, mengamati pameran ini seperti melihat bagaimana kemudian para pelaku pameran mendeskripsikan apa yang dirasakan, seperti apa bentuk dirinya, dengan cara bercermin pada realita-realita sosial yang terhampar di hadapannya.


Karya-karya yang hadir kemudian dengan khas bercerita mengenai keterkekangan, mimik dan bentuk rupa manusia, hingga rutinitas yang bergulir dengan penuh makna pada tiap keseharian manusia. Setidaknya, ada seutas benang merah yang terlihat ketika mengamati Project #00. Permasalahan klasik yang selalu terasa romantis yang bercerita mengenai kesendirian dalam keramaian sepertinya masih menjadi isu seksi yang selalu memberi pesona ketika kita berbicara mengenai humanisme (selanjutnya baca di sini)

Rabu, 13 April 2011

Pythagoras Pouch

Momen-momen ketika sekolah dasar menjadi sangat menarik jika dieksplorasi. Sekolah dasar mengenalkan kita pada berbagai elemen matematis yang kita pakai sampai sekarang. Hal-hal itu meliputi angka, bentuk bidang datar dan bangun ruang, berbagai operasi pada bilangan, dan lain sebagainya. Bahkan saya yakin hampir semua bidang dalam kehidupan ini selalu melibatkan elemen matematis apapun itu. Jadi, tidak ada kata traumatik untuk hal-hal matematis, kan? Haha..
 
Salah satu elemen matematis yang sedang kami soroti adalah segitiga. Sifat unik yang dimilikinya menjadi pemikat bidang datar yang satu ini. Jumlah dari ketiga sudut yang dimiliki segitiga jumlahnya PASTI 180 derajat. Ketika segitiga itu memiliki panjang sisi yang sama, masing-masing sudutnya PASTI sebesar 60 derajat.
 
Adapun hal spesial dari segitiga yaitu tentang teorema Pythagoras. Saya yakin hampir semua dari kita mengenalnya. Pythagoras adalah nama seorang matematikawan dan filsuf asal Yunani. Teoremanya yang terkenal itu menyatakan : “kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya)”. Beruntunglah dia karena temuannya ini masih digunakan sampai sekarang dalam berbagai bidang.
 
Ide ini mengajak saya dan Putri untuk segera menuangkannya dalam pouch. Seketika itu juga, segitiga-segitiga ditata dan menjadi sebuah motif baru. Dan dengan sangat senang hati, kami persembahkan Pythagoras Pouch ini kepada kalian semua. Silakan. (-:


Pythagoras Pouch
Bahan 
blaco, katun
Proses
sablon
Ukuran
22 cm x 13 cm
Warna
biru, hijau, kuning, pink

-----

 kuning

 biru

hijau

merah muda

Selasa, 12 April 2011

TUTORIAL : Membuat Poster Gantung

Play Your Magic Hands – mari bermain-main dengan tangan ajaib kita. Walaupun Play Your Magic Hands Selasa sore sudah berakhir, bukan berarti tangan kita berhenti berkarya. Kali ini akan saya paparkan sedikit tutorial yaitu membuat hiasan dinding poster gantung. Sangat mudah dan sederhana. Kalian bisa mencobanya di rumah. Semoga bermanfaat. Mari langsung saja disimak. (-:

Bahan dan Alat :
- Poster
- Triplek/kayu profil
- Benang/senar
- Cutter
- Penggaris
- Gunting
- Penjepit kertas

Nah, untuk cara pembuatannya, kalian bisa lihat foto-foto di bawah ini. Mari… silakan..  (-:

 
Potong triplek dengan menggunakan cutter. Panjangnya bisa menyesuaikan dengan lebar posternya. Dalam foto ini, saya potong sekitar 8cm lebih panjang dari lebar poster.  4 buah potongan triplek bisa digunakan untuk sebuah poster.

Gunakan 2 buah potongan triplek untuk menjepit sisi atas poster (depan dan belakang). Kemudian kuncilah menggunakan penjepit kertas. Lakukan juga pada sisi poster bagian bawah.
 
Benang digunakan untuk menggantung poster yang sudah kita jepit. Selipkan benang di antara jepitan triplek pada bagian atas poter. Lihat gambar untuk lebih jelasnya. Kemudian ikat mati ujung2 talinya.

Nah, kita sudah punya hiasan dinding baru! :D horeee.. Sekarang saatnya menggantungkan poster itu di dinding kita. Sekian tutorial singkat dari saya. Semoga menginspirasi (-: keep play your magic hands! See ya!

Foto dan tulisan oleh : Ojan

Senin, 11 April 2011

On Day Monday #12 - PURNOMO

Mengenal lelaki yang satu ini adalah suatu keberuntungan besar bagi saya. Dia akan menyambutmu hangat ketika kakimu menginjak halamannya. Hasil karyanya akan membuatmu terkesima dan betah untuk sejenak melihat-lihat. Nah, siapakah dia? Mari kita simak saja cerita tentang Purnomo berikut ini dalam On Day Monday. (-:
 
percayalah, sepatu ini keramik
 
Ketertarikan terhadap benda 3 dimensi adalah awal dari apa yang dia lakukan sampai sekarang. Purnomo sudah menggeluti dunia keramik sejak SMA. Mengawali jejaknya di SMIK (Sekolah Menengah Industri Kerajinan), Purnomo melanjutkan studinya ke ISI Yogyakarta Kriya Keramik. Atas ketekunannya dalam dunia ini, Purnomo berhasil membuat sebuah inovasi menarik dalam membuat keramik. Karya yang bisa dibilang paling 'hits' yang pernah dibuatnya adalah sepatu-sepatu keramik. Ondee.. mandee.... :D

 sepatu roda keramik

Apa pula sepatu keramik itu? Purnomo benar-benar membuat keramik dengan bentuk sepatu apa adanya. Detail dan perbandingan ukuran dengan benda aslinya hampir 100 % sama. Dia mengaku menggunakan teknik cetak dalam membuat sepatu keramik. Tapi apalah daya, hanya dia yang tahu rumusnya bagaimana membuat cetakan sepatu itu. Itulah nilai lebih lelaki ini. hehe..
 
Inspirasi datang ketika ada masalah yang datang. Itu benar-benar diakuinya. Dan mungkin memang setiap orang akan mempunyai cara tersendiri untuk mendapatkan inspirasi. Bukan begitu?! Benda-benda di sekitarnya juga menjadi perangsang ide baginya. Setiap karya yang ditawarkan menawarkan pesan dan cerita-cerita menarik. Di sinilah Purnomo melakukan eksplorasinya agar menciptakan karya yang berkualitas.
 
Dalam perjalanannya, Purnomo juga menemui kendala. Teknik yang dia miliki dinilainya masih pas-pasan. Dia harus belajar lebih banyak dan mengeksplorasi celah-celah yang masih bisa ditemukan. Selain itu, dia belum memiliki alat sendiri untuk mengerjakan karya-karyanya. Seperti pada proses pembakaran, Purnomo harus ke daerah Kasongan, Yogyakarta.

 beberapa alat milik Purnomo untuk mengecat keramiknya

Purnomo begitu produktif berkarya. Dia tidak hanya membuat keramik, dia juga melukis, dan membuat patung-patung dari fiber. Ketika ditanya pencapaian apa yang ingin diraihnya dalam berkeramik, lelaki berhobi memancing dan bersepeda dengan santainya menjawab, "Woles, aja aku.." Tapi ketika ditanya, tentang cita-cita, Purnomo ingin mempunyai usaha sampingan.

Nah, berikut ini beberapa hasil karyanya. Silakan (-:
 
 Gambar di atas Piring
 
 Sepatu Fiber

Ingin lebih mengenal Purnomo, silakan langsung saja klik situnya ini www.purclay.tk
Ondee.. mandee... (-:


Purnomo
facebook : Purnomo Clay
blog : www.purclay.tk

foto dan tulisan oleh : Ojan

Jumat, 08 April 2011

SINDIKASI TOBUCIL : Mural Menyapa Publik

Halo-halo Bandung!
kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)
Beberapa hari yang lalu, tak ada hujan tak ada badai, Littletiara, sepupu saya yang super centil ujug-ujug menapakkan kakinya ke Bandung. Dan mimpi buruk pun terjadi, berjam-jam direngeki akhirnya saya menyerah. Kolaborasi petualangan menyusuri Bandung pun dimulai! Ow, tapi setidaknya kali ini saya jadi punya asisten foto dadakan. 

Bandung yang sedang super panas menumbukkan saya pada dinding-dinding kotanya yang nyaris tak polos. Memang, beberapa tahun terakhir ini, mural menjadi semacam kebisuan yang hadir di dalamnya. Mulai dari tembok-tembok di jalan Siliwangi, tembok-tembok Kebun Binatang Bandung, hingga tembok-tembok jalan layang dihiasi oleh lukisan dinding yang bernama mural tersebut. Ya, mural memang telah menjadi satu bentuk ekspresi di ruang publik. 

Lalu, apa, sih, yang sebenarnya dimaksud dengan mural? Secara singkat, mural adalah cara menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya. Berbeda dengan grafiti yang lebih menekankan hanya pada isi tulisan dan kebanyakan dibuat dengan pilox atau cat semprot, maka mural tidak demikian. Mural lebih bebas dan dapat menggunakan media cat tembok atau cat kayu, bahkan cat atau pewarna apapun juga seperti kapur tulis atau alat lain yang dapat menghasilkan gambar. 


Mural sendiri memiliki catatan sejarah yang cukup panjang. Adalah lukisan gua di Perancis dan Spanyol menjadi mural tertua yang ada sejak tahun 30.000-12.000 SM. Namun mural modern baru berkembang di tahun 1920-an di Meksiko dengan pelopornya antara lain Diego Rivera, Jose Clemente Orozco, dan David Alfaro Siqueiros. (selengkapnya baca di sini)

Minggu, 03 April 2011

On Day Monday #11 - Hello Bleu

Hello Bleu : Kolaborasi Harmonis dari Dua Nona Manis

Jika hobi direnggangkan sejauh-jauhnya, kemungkinannya memang bisa jadi tidak terbatas. Seperti yang dialami dua nona manis ini, Kiki dan Iid. Kolaborasi keduanya lahir dari kesamaan hobi juga karakter. Dimulai sekitar dua bulan yang lalu, berdua mereka berdiri di bawah payung Hello Bleu dan melahirkan karakter-karakter unik berbentuk boneka.



Tidak ada pembagian tugas, juga tidak ada jabatan. Hello Bleu seperti duet maut dua biduan yang menyanyikan lirik lagu dengan porsi yang sama. Kiki dan Iid sama-sama menciptakan ide, mempersiapkan bahan-bahan dan memproduksi sendiri produk-produk mereka. Inilah yang menjadi keunikannya. Dua karakter tidak dilebur menjadi satu, namun sengaja ditampilkan secara bersamaan. Perbedaannya memang jelas terlihat, namun harmonisasinya tetap bisa dirasakan.

Kiki dan Iid adalah dua orang yang sangat menyenangi warna, motif dan bentuk. Dari sinilah harmonisasi itu berasal. Motif dan warna kain yang saling bertabrakan, dipadukan dengan karakter-karakter unik hasil imajinasi keduanya. Hasilnya? surprisingly cute! Melihat hasil karya mereka langsung melunturkan bayangan saya akan boneka berbulu nan lucu yang dulu setia menemani tidur saya. Karakter-karakter unik ini muncul dari corat-coret Kiki dan Iid yang memang memiliki hobi gambar. Kiki mengaku sejak SMA suka membuat doodle, dan tanpa disadarinya muncul karakter-karakter aneh yang akhirnya dijadikan inspirasi membuat boneka. Begitu juga dengan Iid, menurutnya inspirasi bisa datang dari mana saja. Bisa dari hal-hal sekitar, film yang ditontonnya, bahkan dari udara kosong di depannya. "Kuncinya adalah berusaha untuk think out of the box" begitu kata Iid.




Menyenangkan sekali jika kita bisa menghasilkan sesuatu dari hal-hal yang kita senangi. Inilah yang juga berusaha diraih oleh Hello Bleu. Keinginan mereka adalah mereka dapat dikenal luas, supaya bisa terus berkarya. Mereka juga mengharapkan pemasukan tambahan dari apa yang mereka lakukan dan bisa menabung untuk membeli mesin jahit. Yap, mereka sangat ingin memiliki mesin jahit agar lebih leluasa dalam menciptakan karya-karya baru.



Bagi Kiki dan Iid, mereka sama sama merasa telah menemukan partner yang tepat untuk serius dalam menekuni hobi. Iid sebelumnya sudah berpartner dengan beberapa orang, namun dia mengakui bahwa sampai sekarang Kiki-lah yang dia rasa memiliki passion yang sama dengannya. Begitu juga dengan Kiki yang merasa Iid dapat menutupi kekurangannya. Kiki merasa terkadang terlalu sederhana dalam menciptakan ide, dan baginya, Iid memiliki eksplorasi ide yang jauh lebih luas.


Terimakasih Kiki dan Iid atas obrolan serunya. Juga suguhan cemilan dan oleh-olehnya hehe. Semoga kolaborasi harmonis ini bisa terus berjalan sampai kapanpun!

Hello Bleu
Blog : http://hellobleu.blogspot.com/
Facebook : http://www.facebook.com/helloo.bleu

ditulis oleh : Putri
foto oleh : Ojan

Share This

Related Posts with Thumbnails