followers

Senin, 28 Februari 2011

On DayMonday #6 – Tamimi

“Berproseslah dengan Senang”
Tamimi – sekilas namanya imut sekali. Tapi jangan salah sangka, pasangan yang satu ini sangat lekat dengan proses sablon. Bergulat dengan cat, screen, dan bahan-bahan kimia sudah jadi makanan sehari-hari. Katanya, mereka memang senang melakukannya. Inilah sedikit kisah tentang Mas Aping dan Mbak Nadiyah si empunya Tamimi.  


Kami datang dan mereka menyambut hangat, sehangat teh yang disiapkan untuk mengawali obrolan. Sejak 2008, Mas Aping dan Mbak Nadiyah sudah mulai berkreasi membuat kaos anak. Waktu itu namanya Cream Caramel. Di samping itu, mereka juga menerima orderan konveksi dan itu masih berlanjut sampai sekarang. Kemudian, sedari 6 bulan lalu, mereka memutuskan untuk membuat dan membangun sebuah brand yaitu Tamimi.  


Nama Tamimi sendiri diambil dari nama anaknya, yaitu Gulam Rasyiq Tamimi. Maknanya, anakku yang gesit dan tangkas, sempurna keadaannya.  Tamimi menyajikan produk-produk berupa pouch, shopping bag, bantal, notebook, dan masih banyak lagi. Kalian bisa lihat lebih jauh di blognya. 

 

Green Shopping Bag sendiri cukup menyita perhatian karena pengemasannya yang menarik. Dia menyematkan bagaimana melipat Green Shopping Bag itu menjadi lebih simple untuk dibawa ketika tidak dipakai.  Hal ini menjadi solusi bagi teman-teman yang tidak ingin ribet ketika bepergian. 

 

Mbak Nadiyah terus berusaha mengembangkan kreasinya dalam membuat barang-barang handmade. Dia mengaku, tema yang disajikan meliputi hal-hal yang berada pada koridor kesenangannya. Kalau senang, dia akan melakukannya, dia akan mengeksekusinya. Bahkan pernah, dia mengaplikasikan gambar anaknya (gambar ikan paus) dalam beberapa produknya. Hand-drawing, sablon, dan kesenangan, itulah ciri yang disajikan oleh Tamimi. 

Salah satu pengampu di Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini seolah mengabdikan dirinya untuk dunia grafis. Dia mengajarkan ilmu tentang grafis di kampus, di rumah dia juga mengaplikasikan ilmunya itu untuk membangun Tamimi. 

Dunia digital semakin cepat berkembang, tapi wanita berdarah Medan ini tetap yakin bahwa barang-barang yang melewati proses handpress itu akan lebih bernilai dan lebih keren. Dunia juga semakin cepat berkembang dan berubah, Tamimi pun tidak luput dari rintangan. Tapi semua itu adalah proses yang harus dilalui. Dia akan menghadapinya dengan senang. Baginya, kita semua akan berproses, maka hadapilah dengan senang. Energi positifnya menjadi inspirasi bagi kami. 

Di akhir pembicaraan, Mbak Nadiyah yang narsis ini memberikan saran dan tips menarik untuk kita semua. Menurutnya, kita harus banyak bersenang-senang, lakukan yang terbaik terhadap hal yang paling kita sukai, dan jadilah orang yang terbuka, karena memungkinkan kita untuk lebih siap menerima perubahan. Dia juga memberikan tips untuk memajang produk atau hasil karyamu di ruang tamu/beranda rumahmu. Dengan begitu, tamu-tamu yang datang ke rumahmu bisa melihatnya dan kalau beruntung para tamu akan membeli hasil karyamu. Hehe.


Begitulah cerita singkat dari Tamimi. Sederhananya, mereka bergerak, mereka berproses, dan tentunya dihadapi dengan senang hati. Semoga menjadi inspirasi dan memperluas wawasan teman-teman semua. Onde mandeee......!! :D

Tamimi
Aping       | 081 5799 7055
Nadiyah   | 081 5798 8977
alamat      : Dusun Ngoto RT 05 no. 1
                  Jalan Imogiri Barat, Sewon, Bantul, Yogyakarta
email        : tamiminad[at]yahoo[dot]co[dot]id
facebook  : Tamimi Box
blog         : http://tamimibox.blogspot.com/

Ditulis oleh : Ojan

Minggu, 27 Februari 2011

Cerita #4 - Daun

DAUN

Pagi datang, cuaca cerah dengan intensitas angin yang lumayan kencang. Halaman rumah baru saja selesai dibersihkan ketika itu, namun tiba-tiba angin menggoyangkan dahan-dahan pohon, memaksa mereka  menggugurkan beberapa helai daun mereka yang masih hijau.

Sehelai daun hijau melayang turun mengikuti perginya angin. Daun itu mendarat pelan tepat di atas permukaan sebuah akuarium kecil. Daun tak bisa kemana-mana, tubuhnya berat oleh air. Akhirnya mau tak mau Daun memandangi apa yang ada di depan matanya. Sebuah suasana akuarium yang indah. Ada bebatuan warna warni di sana, ada pula rumput-rumputan hijau di ujung lainnya. Daun melihat seekor ikan berenang lemas, tampak tak bergairah, lalu dia berkata dalam hati "kenapa ikan ini tampak tidak bahagia? padahal dia memiliki segalanya. Dia punya rumah yang indah, makanan yang berlimpah, dan yang terpenting, ada yang menyayanginya. Dia tidak sendirian sepertiku. Kenapa dia tidak bahagia untuk kehidupannya yang nyaris sempurna?" perlahan-lahan perasaan iri menyusup ke dalam hati Daun. Dia ingin hidup seperti ikan dan bukannya sebatang kara seperti sekarang. Baginya, apalah artinya sehelai daun hijau yang sudah terlepas dari dahannya. Walaupun masih segar, dia tidak bisa lagi merimbun bersama teman-temannya dan merindangkan pohon, dia tidak bisa lagi membantu memasak makanan untuk kelangsungan hidup pohon, dia bukan lagi bagian dari keluarga besar pohon. Lalu apakah dia masih bisa disebut Daun?

Lamunan Daun tiba-tiba terhenti ketika sebuah sentakan mengagetkannya. Daun terangkat ke udara lalu terhempas ke tanah dengan cepat. "oh baiklah, sepertinya aku disingkirkan" pikir Daun sinis. Tubuhnya masih berat karena sisa-sisa air dari akuarium yang masih menempel. Dia sekarang tak bisa kemana-mana, dia terlalu berat untuk kembali diterbangkan angin. Dalam diam, Daun bertanya-tanya akan nasib si Ikan sambil berharap semoga si Ikan dapat lebih bahagia dengan hidupnya.

Lamat-lamat di kejauhan, Daun melihat sebuah bentuk yang sangat dikenalnya. Bergerak perlahan dalam ritme yang sama. Daun mulai ketakutan, karena jelas bentuk itu bergerak ke arahnya. Semakin lama Daun dapat melihat dengan jelas duri-duri halus mematikan yang bergerak perlahan, warna cerah mencolok itu semacam mengancam. Dialah si Ulat Bulu, ancaman besar bagi daun-daun hijau segar seperti dia. Ulat Bulu sering sekali mencari mangsa di dahan-dahan pohon yang memiliki daun lebat. Dia akan menggerogoti daun-daun itu, dimulai dari tepian luar lalu terus sampai batas tulang daun. Dia dapat membuat sehelai daun cacat, atau bahkan lebih parah, mati, mengering di dahan lalu jatuh ke tanah dalam keadaan tiga per-empat tubuh sudah habis. Mengerikan bukan? Dan inilah akhir kisah hidupnya, tergeletak sendiri di tanah dan dimakan habis oleh Ulat Bulu, pikir Daun. Dia hanya bisa diam tak bergerak, pasrah ketika Ulat Bulu mendekatinya, mengendus-endus tubuhnya sebentar, lalu berlalu pergi dengan santai. "sebentar" kata Daun dalam hati, "hey, ulat itu pergi! dia pergi! dia tak jadi memakanku!" Daun menjerit-jerit kegirangan dalam hati, perasaannya campur aduk antara heran, lega dan bahagia. Dia hampir tak percaya atas apa yang baru saja dialaminya. Namun perasaan hebat itu tak berlangsung lama. Seketika Daun kembali murung. "bahkan Ulat Bulu saja tak menginginkanku. Aku, daun hijau yang tak lagi menjadi bagian dari pohon. Tak ada yang menginginkanku"

Dalam kemurungannya, Daun mulai diterbangkan kembali oleh angin. Sesekali ketika angin tak berhembus, dia jatuh ke tanah dan kembali diam tak bergerak. Tubuh Daun pun kini tak lagi berwarna hijau, dia mulai menguning dan bobotnya semakin ringan. Angin semakin mudah membawanya.

Suatu hari dalam perhentiannya di sebuah halaman, dia bertemu dengan daun lainnya yang juga berwarna serupa. Bedanya, daun ini tampak baik-baik saja, dia tidak murung seperti Daun. Hal ini cukup mengusik hati Daun, lalu dia mulai membuka percakapan. "hai, boleh aku tanya sesuatu?" daun lain itu kemudian tersenyum "silakan, apa yang bisa kubantu?" Daun bertanya apa yang membuat daun itu tak murung seperti dirinya. Mendengar pertanyaan ini, daun lain itu menjawab dengan tenang "kenapa harus murung? kita akan menjadi pohon sebentar lagi, bukankah itu hebat?" Daun semakin dibuat heran. Lalu daun lain itu melanjutkan perkataannya "setelah ini kita akan menjadi satu dengan tanah, lalu dengan hanya sebuah benih yang tertanam di dalamnya, kita akan tumbuh menjadi pohon yang kokoh. Itulah peran kita sekarang, kita akan membantu benih itu besar. Kita tidak lagi menjadi sehelai daun yang dapat diterbangkan angin, namun kita akan menjadi besar dan menopang daun-daun kita sendiri. Itulah yang akan terjadi pada kita sebentar lagi. Jangan murung, bersabarlah sedikit, karena sesuatu yang indah menanti kita di sana”

Kata-kata daun lain ini seperti kabar gembira bagi Daun. Dia tidak pernah memikirkan sampai sejauh itu. Yang dipikirkannya selama ini hanyalah bahwa tidak ada lagi yang menginginkannya. Ternyata apa yang akan terjadi padanya adalah sesuatu yang lebih dari apa yang selama ini dia inginkan. Daun mulai meyakini, bahwa tak ada satupun di dunia ini yang tidak memiliki peran bagi semesta. Sekecil apapun peran itu, pasti akan menjadi sebuah kesatuan peran yang besar.

Daun masih tergeletak diam di tanah, namun kali ini perasaanya lebih riang. Lalu pelan-pelan, dia merasakan tubuhnya mulai menyatu dengan tanah.

Ditulis oleh : Putri

Sabtu, 26 Februari 2011

Cerita #3 - Kicau Balau

Titik balik menjadi satu momen dimana seorang individu akan bergerak dari kisah lamanya, menuju kisah baru, dengan pandangan dan sikap baru. Inilah kisah singkat tentang Si Balau - burung yang menemukan titik balik dalam hidupnya.

Pagi hari dimana dunia serasa makin terang perlahan, kawanan burung di sebuah pohon saling melempar kicauannya. “Cuit, cuit, cuit, cuit..!!” Bagi kita yang manusia, bunyinya seolah seperti itu saja, tanpa ada makna. Tapi entahlah untuk para kawanan burung itu.  Mungkin saja mereka berlomba untuk bangun pagi, dan berorasi untuk menunjukkan kebolehannya. Kompetisinya adalah mengenai popularitas.  

Tapi tunggu, ada seekor di antara mereka yang bangun telat. Cuma diam bermalas-malasan dengan mata sayu. Dialah Balau. Hampir setiap hari sebelum terbang mencari makan, dia terpaksa bangun karena kicauan kawanannya yang berisik. Tapi Balau hanya akan diam menunggu teman-temannya selesai orasi.

Pagi berikutnya, Balau terpikir untuk melakukan sesuatu. Dia sudah jenuh atas ratusan pagi yang dilaluinya begitu saja. Dia juga ingin populer. Tapi dengan caranya sendiri. Dia bangun, mengambil ancang-ancang di salah satu ranting, kemudian bersuara seperti manusia yang membersihkan tenggorokannya, seperti memberi kode atas sesuatu.

Tanpa pikir lagi, Balau melakukan eksekusi. Dia menjatuhkan diri ke tanah tanpa kepakan sayap. Dia berteriak kencang sekali. Otomatis semua perhatian tertuju padanya. Puluhan centimeter menjelang benturannya dengan tanah, dia mengepakkan sayapnya, terbang mengudara kencang! “Woohoohooo…!!!” Sejenak berakrobat di langit, lalu kembali ke rantingnya lagi.

Teman-temannya hanya melihat sepersekian menit dan diam. Tanpa berkomentar apapun, mereka melanjutkan kembali ritual paginya untuk berkicau. Senyum megahnya kembali hanyut oleh cemberut. Sekarang Balau melanjutkan ritualnya lagi, seperti biasanya, diam.

Seorang kawan, Lili, datang dan duduk di samping Balau. “Sudahlah, tenang saja. Jika memang kompetisinya tentang popularitas, janganlah ambil jalan pintas. Kita semua kan harus melalui proses. Kupikir juga bukan tentang popolaritas semata. Tetapi ini tentang budaya. Kita bangsa burung punya budaya untuk berkicau di pagi hari. Jangan lepaskan budayamu, Lau..” Lantas Lili pergi entah kemana.

Sampailah pada titik balik itu. Balau terpikir bahwa memang benar apa yang disampaikan Lili. Entah nasihat itu datang darimana tapi benar adanya membuat Balau jauh lebih tenang. Bahkan Lili mampu mengubah Balau sekarang. Pagi-pagi berikutnya, perlahan Balau mulai ikut berkicau seperti kawanannya. Dan akhirnya dia tahu, apa makna dibalik kicauan itu. Ya, hanya Balau dan kawanan burungnya saja yang tahu alasan kenapa mereka selalu berkicau di pagi hari. (-:

ditulis oleh : Ojan

Kamis, 24 Februari 2011

SINDIKASI TOBUCIL : Sebuah Catatan Perjalanan Bernama Scrapbook

Halo-halo Bandung!
kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)


Alkisah, beberapa malam lalu, atas nama pencari hiburan murahan, terdamparlah saya di atas spring bed semi rusak menghadap televisi. 17 Again, film komedi ringan yang dibintangi Matthew Perry dan Zac Efron berputar pada cakram DVD. Mike, tokoh di dalam film tersebut menghadapi kehidupan yang stagnan membosankan. Salah satu scene film tersebut kemudian memerlihatkan Mike tengah asyik mengingat masa lalunya dengan mengamati sebuah foto jadul kala dirinya menjadi bintang basket populer semasa SMA. Tunggu dulu, tulisan ini sudah barang tentu bukan hendak membuat review film 17 Again. Tapi, adegan mengamati foto itu adalah adegan paling seksi bagi lelaki seperti saya yang katanya melankolis romantis. Aww, klaim sepihak. Hmm… Foto memang adalah sebuah cerita, catatan. Ini kali, percakapan saya bersama Claudine sang pembuat scrapbook adalah tentang kegiatan scrapbooking dan drama hidup yang disajikan di dalamnya…  



Aktivitas membuat scrapbook ini, kok, sekarang populer sekali, ya. Hmm.. apa, sih, sebenarnya yang membuat banyak orang senang dan tertarik membuatnya dan sebenarnya ini kegiatan seperti apa?
Ya… dengan perkembangan dunia fotografi sekarang, orang lebih gampang untuk membuat foto. Kalau di luar negeri, sih, sudah menjadi hobi, khususnya ibu-ibu rumah tangga. Awalnya ia hadir untuk mencatatkan kenangan. Pionir-pionirnya dari dahulu sudah membuatnya dari “scrap”, dari sobekan-sobekan kertas atau majalah. Mereka membuat catatan tentang apa yang terjadi pada masa itu, apakah ada kelahiran, atau perkawinan, misalnya. Lalu pada perkembangannya, desain, kan, makin berkembang. Itu mendukung perkembangan scrapbook. Kalau di Indonesia sendiri belum lama. Baru sekitar 5 tahun belakangan ini mulai muncul. Nilai tambahnya mungkin karena ia punya nilai lebih karena tidak hanya sekadar foto, tapi ada cerita yang disajikan.

Membuat scrapbook itu berarti per tema, ya?
Iya. Jadi lebih fokus. Apalagi untuk yang baru pertama belajar. 
Oh, ya. Bagi yang baru memulai, apa, sih,yang harus dipersiapkan?
Kalau kelas di Tobucil, sih, kita pengen mengembalikan ke awal. Jadi bener-bener dari scrap. Jadi bukan barang scrap yang udah jadi kayak di toko. Nah, untuk yang pemula paling enak mengawali dari diri sendiri. Jadi membuat temanya tentang “aku”.  Fotonya foto sendiri. Memilih kertas atau membuat motif dari cat, ya, buatlah apa yang ingin dibuat saat itu. Jadi enggak ada patokan yang tegas. Paling yang harus diperhatikan masalah layout-nya. Misalnya foto menghadap ke kanan, maka lebih enak foto itu diletakkan di sebelah kiri. Teknik-teknik ini yang harus dipahami ketika baru memulai. Paling gampang itu dengan menempelkan foto terlebih dahulu. Buat yang baru belajar, kan, akan jauh lebih mudah jika dihadirkan visualnya terlebih dahulu.
Selanjutnya baca di sini...

Rabu, 23 Februari 2011

Cerita #2 - si Ikan Cupang



"you don't know what you've got until you lose it"
-si Ikan Cupang-
 
---------

Ini adalah sebuah cerita tentang si ikan cupang yang sombong. Setiap hari dia tak henti-hentinya mengibaskan sirip-siripnya yang berwarna gemerlap. melenggak ke kanan, menari ke kiri, berputar-putar, naik turun di gelas kaca-nya yang tak seberapa besar. Dia bersama dengan ikan cupang lainnya tersusun rapih pada rak-rak rendah dalam sebuah toko ikan. masing-masing ikan cupang diletakkan dalam sebuah gelas kaca berukuran kecil, di antara gelas-gelas itu disematkan sebuah sekat dari karton.

Ikan cupang pada dasarnya adalah ikan petarung. Jika jantan ikan cupang bertemu muka dengan jantan lainnya, seketika sirip-sirip mereka akan terkembang indah, memperlihatkan perpaduan warna-warna cantik nan gemerlap. Pertarungan tak dapat dihindarkan jika kedua ikan ini dipertemukan dalam satu wadah. Untuk itulah sekat-sekat karton ini disematkan, sebagai dinding pemisah antara cupang jantan yang satu dengan yang lainnya.Sesekali jika pelanggan datang, sekat ini akan dibuka, lalu dimulailah adu gagah antara ikan-ikan cupang dengan sirip terkembang.

Saat-saat seperti inilah, si ikan cupang sombong memamerkan keelokannya. Siripnya terkembang melambai-lambai bak selendang sari. Sisiknya memantulkan cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah jendela toko, membuatnya berkilau dengan berbagai spektrum warna."lihatlah aku!!" ujarnya lantang "aku adalah ikan cupang dengan warna paling indah di antara kalian semua" sambil meliuk-liukkan badannya dia kembali berujar "aku akan menawan hati seorang pembeli hari ini, pegang kata-kataku, mereka pasti jatuh cinta pada warnaku" Ikan-ikan cupang lainnya hanya melengos dan memalingkan muka, menganggap suara sombong si Ikan Cupang hanya angin lalu.

Tak berapa lama, masuklah seorang gadis manis yang melihat deretan gelas-gelas ikan cupang dengan mata berbinar. Sang pemilik toko menghampirinya. Gadis itu tak banyak berbicara, dia hanya mengedarkan pandangan sesaat, seperti sedang memindai rak-rak ikan itu. Akhirnya matanya tertuju pada satu gelas yang berisi ikan cupang dengan sirip panjang terkembang bak selendang sari, dialah si Ikan Cupang sombong.

Dalam wadah plastik bening, si Ikan Cupang tak henti-hentinya tersenyum bangga. Masih segar dalam ingatannya, tatapan iri teman-temannya ketika gadis manis itu menunjuk gelasnya. "tau rasa mereka" batinnya dalam hati "cibiran mereka selama ini tak akan ada artinya lagi buatku" hati si Ikan Cupang buncah oleh rasa senang. Tak pernah terpikir olehnya akan seperti apa kehidupannya di tempat yang baru.

Hari demi hari berlalu, si Ikan Cupang merasakan rasa senangnya mulai menyurut, diganti oleh perasaan-perasaan aneh yang tidak bisa dia jelaskan. Dia mulai sering memikirkan toko ikan tempat tinggalnya dulu. Rak-rak dengan gelas-gelas kaca yang tersusun rapi. Cahaya matahari lembut yang menembus melalui jendela, sekat-sekat karton, dan perasaan berdebarnya ketika sekat itu mulai dibuka. Dia merindukan semuanya. Dan yang paling dirindukannya adalah teman-temannya, ikan-ikan cupang yang lain, yang membuatnya bisa mengembangkan siripnya hanya dengan melihat keberadaan mereka.Sekarang si Ikan Cupang tak mampu lagi mengambangkan sirip selendang sarinya, perlahan diapun mulai kehilangan warnanya. Sulit baginya untuk berenang bebas karena berbagai hiasan akuarium memenuhi tempat tinggalnya, air-nya pun sering keruh dan tidak segar akibat makanan ikan yang terlalu banyak. Dia tidak menyukai tempat tinggalnya.

Di suatu pagi ketika si Ikan Cupang diletakkan di luar rumah untuk mendapatkan sinar matahari. Cuaca ketika itu cukup berangin, membuat pohon-pohon terpaksa menggugurkan daun-daunnya. Si Ikan Cupang yang malang sedang berenang-renang malas, bahkan bisa dibilang dia hanya mengapung tak bergairah. Siripnya layu dan terlihat sedikit koyak di bagian ujung akibat jamur, warnanya tak lagi cerah, dia tampak pasrah. Tiba-tiba sehelai daun hijau yang baru saja diterbangkan angin jatuh tepat di permukaan akuariumnya. Daun itu mengapung berat dan menutupi cahaya matahari untuk si Ikan Cupang. Cukup lama si Ikan Cupang mengamati daun itu. Dia lalu membatin "ah seandainya aku adalah daun, pasti hidupku akan jauh lebih menyenangkan. Aku cukup ringan untuk diterbangkan angin. Aku pasti bisa kemana saja. Aku pasti bisa kembali ke gelas kecilku yang nyaman..." pikiran si Ikan Cupang melayang-layang seperti daun yang diterbangkan angin, dia merasakan tubuhnya menjadi ringan, namun matanya semakin berat. Ketika helai daun disingkirkan, dia tak bisa lagi merasakan hangatnya cahaya matahari.

ditulis oleh: Putri

Play Your Magic Hands #3 - Membuat Balon Origami

Play Your Magic Hands sore kemarin menginjak pertemuan yang ke-3. Tidak seberapa ramai memang jika dibandingkan dengan kelas minggu lalu, namun masih dihiasi oleh wajah-wajah baru.

Sesuai dengan jadwal yang sudah kami susun, pertemuan ke-3 Play Your Magic Hands adalah kelas origami yang tutorialnya kami pinjam dari Tobucil (dengan ijin dari Mba Tarlen tentunya :p).


Seni melipat kertas asal Jepang ini memang tak terbatas kemungkinannya. Dengan origami, kita dapat membuat berbagai macam bentuk hanya dari selembar kertas. Salah satu kreasi origami adalah balon. Yup, balon juga bisa dibikin dari kertas, bahkan bisa ditiup supaya membesar, hampir sama dengan balon pada umumnya.Namun teknik membuatnya yang sedikit berbeda.


Teman-teman tak menemukan kesulitan ketika membuat balon origami. Lipat begini, Lipat begitu, selipkan kertas disini, lalu voila! setelah ditiup, jadilah balon origami yang berwarna-warni. (Tutorialnya bisa dilihat di sini)

Bagian paling menyenangkan dari membuat sebuah balon origami adalah ketika meniup balonnya. Untuk itu teman-teman sepakat membuat pola lipatannya sebanyak-banyaknya, lalu meniup balonnya secara bersama-sama. it was FUN!

Membuat balon origami terbilang mudah, sehingga dalama waktu singkat teman-teman sudah membuat banyak sekali balon warna-warni. Diantara balon-balon yang sudah selesai, ada sebuah bentuk yang menyita perhatian teman-teman. Ternyata salah satu peserta yaitu Dyah, berhasil membuat bunga lily yang cantik dari selembar kertas origami.Langsung saja, Dyah kami daulat sebagai guru dadakan untuk mengajarkan kami cara membuatnya. 

Seni melipat kertas tak berhenti sampai disitu saja. Ada satu lagi tutorial dari Tobucil yang menarik untuk diikuti. Masih dengan teknik origami, teman-teman mengikuti setiap langkah melipat kertas untuk menjadikannya sebuah gift box cantik (tutorialnya bisa dilihat di sini).

Wah, sore kemarin cukup padat dengan berbagai macam jurus-jurus origami.Teman-teman juga puas dengan karyanya masing-masing. Seperti mas Apung dan Santika yang pulang dengan oleh-oleh origami yang banyak, Mas Agus dan Mas Dedy yang terpikir untuk mengaplikasikan origami pada usaha dekorasi milik mereka, dan juga Iwan, pacarnya Dyah yang ketagihan bikin balon-balon origami. Bagi Tri dan Siti, senangnya pasti berlipatganda, karena merekalah yang beruntung mendapatkan giveawyas minggu ini. Selamat yaaa :)



Minggu depan kita akan berkreasi dengan tali-temali untuk membuat gelang. Terimakasih kedatangan teman-teman kemarin, kami tunggu kedatangannya lagi minggu depan. Semoga minggu depan masih banyak wajah-wajah baru yang menyambangi Play Your Magic Hands ^^

ditulis oleh : Putri

Selasa, 22 Februari 2011

Cerita #1 - Baun dan Laun

Prolog
Aktivitas keseharian menjadikan mata kita terus menerus menangkap berbagai bentuk, momen, dan warna yang berbeda. Walau kadang tak semuanya membekaskan kesan, tapi masih ada imaji khayalan. Mereka mengantar untuk memandang sesuatu dengan sebebas-bebasnya bahkan jauh dari ke’nyata’an.

Secara bergantian, saya dan Putri akan mencoba untuk bercerita. Imajinasi kadang tiba-tiba saja menyelinap masuk ketika memandang bentuk gambar-gambar repetitif yang kami buat. Dari situlah cerita-cerita ini akan diangkat. Tidak lain, hanya mencoba membuat gambar-gambar ini nantinya menjadi lebih berkesan, dan lebih punya cerita. Setiap orang akan punya cerita tersendiri tentang gambar-gambar ini. Dan inilah cerita-cerita dari kami. Selamat menikmati. (-:


-----

Baun dan Laun


Berlarian ke sana kemari, Baun dan Laun meninggalkan jejak di pasir. Baun adalah sosok lelaki yang agak gendut. Garis di tubuhnya kurang begitu tegas. Mungkin karena memang bentuk dasarnya yang melengkung lepas. Sedangkan Laun, sesosok wanita semampai dengan garis-garis tubuh yang menggoda. Terengah-engah nafas mereka setelah berlarian, mereka duduk dibawah kerindangan.

“Hey, Baun, lelah?! Dasar gendut!” sindir Laun membuka pembicaraan sambil mengatur nafas. Baun diam saja sambil mengurut kakinya yang lelah. “Ah, tidak kok, Laun. Sudah biasa lari-lari.” Tidak lama kemudian, “Aduh, lelah, lapar pula.” Tanpa sadar Baun mengucap kalimat yang kontradiktif sambil memejam mata sejenak.

Sepersekian detik Laun memandang Baun, tawanya langsung buncah mendengar lelucon polos tadi. Tidak sebentar Laun terbahak, sedang Baun hanya bisa diam dengan raut kecut keceplosan. “Aaah, sudah sudah, ayo cari makan malam. Aku sudah lapar sekali ini, Laun.” Serentetan kalimat Baun membuat Laun diam sejenak, tapi memantik ketawa yang semakin menggelora.

Baun bangkit dari duduk dan menyaut tangan Laun, mengajak untuk segera beranjak makan malam. Laun kaget. Ada firasat yang mengganjal saat tangannya digenggam Si Gendut. “Aku sudah menyiapkan makan malam di rumah. Tadi aku masak sesuatu. Ayah ibuku tadi bilang itu adalah makanan paling lezat yang pernah dibuat olehku. Jadi, kamu harus mencobanya juga, Laun” Sambil terus berjalan, Baun menyadarkan Laun, “Hey, Laun! Apa kamu mendengar apa yang kukatakan?” Sadar dari lamunan firasatnya, Laun dengan gagap mengiyakan saja.

Gelas sudah kembali ke meja dengan keadaan kosong. “Tahukah, ini pun menjadi masakan paling enak yang pernah kunikmati di rumahmu, Baun!” Semangat sekali Laun memuji sampai Baun tersipu malu. “Terima kasih, Laun. Aku senang.”

Berhasil mengatasi gugupnya, Baun merasa ini waktu yang tepat untuk bicara pada Laun. “Hey, Laun. Aku dan keluargaku akan pindah ke desa di pulau seberang. Besok pagi sudah berangkat. Kami sudah mengemas semuanya. Aku ingin berpamitan padamu dan minta maaf atas segala salahku.”

Laun hanya bisa diam. Perlahan rautnya sedih. Air mata pun terbit dari pelupuk matanya. Dia sedih karena tidak ada lagi teman seperti Baun yang mampu membuatnya tertawa lepas. Tidak ada lagi teman yang diajarnya menari sampai jatuh terguling karena berat badannya tidak mampu ditahan. Bahkan, makanan lezat barusan tidak akan datang lagi ke lidahnya.

Sekejap, Laun menyambar tangan Baun, mengajaknya keluar ke tanah lapang di samping rumah. Bulan sudah menanti. Laun memandangi Baun, lalu berkata “Baun, maukah kau menari denganku? Sekali ini saja, sebelum kamu pergi besok pagi.” Baun merasa masih belum percaya diri,  lalu telunjuk Laun mendarat di mulut Baun. Menyuruhnya diam. “Ssstt..Tenang saja, nikmati saja, kamu pasti bisa.”

Akhirnya mereka menari, di tengah senandung bulan yang menyinari. Jejak-jejak mereka membekas di pasir. Angin semilir, tarian mereka tetap mengalir sampai hari bergulir.

Ditulis oleh : Ojan

Senin, 21 Februari 2011

On Day Monday #5 - Stroberi Hitam

 
Malam yang cerah kemarin di Jogjakarta, sekitar pukul 7 malam saya dan Ojan menyusuri daerah timur kota ini. Tepat di bawah fly-over di daerah Janti, mata kami langsung tertangkap oleh sign-board besar bertuliskan "TATTOO". Inilah studio tatto Carpe Diem tempat tujuan kami, ternyata tidak susah mencarinya. Memasuki ruang tamu studio ini rasanya seperti masuk ke studio seorang seniman, ada kanvas dengan lukisan setengah jadi, deretan buku-buku, kertas-kertas gambar berserakan dengan iringan lagu blues yang lamat-lamat terdengar. Berkenalanlah kami dengan sang pemilik studio, Dimas Praja dan Lois, pasangan suami istri yang cukup mengecoh kami dengan tattoo yang mereka miliki.




Pandangan orang-orang boleh saja mengatakan bahwa perempuan yang bertato adalah perempuan "gahar' "metal" atau "sangar". Namun ceritanya akan berbeda jika bertemu dengan prempuan yang satu ini. Namanya adalah Lois Nur Fathiarini. Dia adalah ibu dari seorang putri lucu berusia 4 tahun bernama Bella. Tatto yang menghiasi hampir di seluruh tubuhnya tidak membuat Lois menjadi perempuan gahar yang menyeramkan. Bahkan menurut saya pribadi Lois adalah sosok yang sangat perempuan. Seni menyulam dan menjahit mengalir dalam darahnya, diturunkan oleh Ibu dan Alm. Neneknya. Dia adalah istri sekaligus ibu yang full-time mengurus keluarga, namun juga masih sempat melakukan hobi craftingnya.


Stroberi Hitam, adalah nama yang disematkan oleh Lois pada setiap barang-barang handmade yang dihasilkannya. Jewelery, Stitching Bag, Stitching Keychain, dan pouch adalah sebagian dari produk-produk hasil tangan kreatif Lois. Lois mengakui bahwa desain-desain yang dihasilkannya untuk Stroberi Hitam sangat terinspirasi oleh desain-desain tattoo. Tak heran jika hasil produknya bernuansa "metal" &"dark" tapi tetap memiliki sentuhan feminin yang cukup pekat. Mungkin seperti itulah menggambarkan nama Stroberi Hitam dengan tepat, sesuatu yang berkarakter kuat dan sedikit "rebel" tapi tetap terlihat "girly" di sisi lain.

Jika berbicara tentang filosofi nama, selain Stroberi Hitam, Lois Juga memiliki kesan cukup mendalam dengan nama "Carpe Diem". Nama ini merupakan nama yang didaulat menjadi nama studio tattoo miliknya dan suaminya. Carpe Diem, diambil dari istilah latin yang cukup terkenal yaitu "carpe diem, quam minimum credula postero" yang kurang lebihnya memiliki arti "kejarlah hari ini, dan percayalah pada hari esok". Kata-kata ini yang sepertinya diyakini oleh Lois untuk terus berkarya dan melakukan hal yang terbaik setiap harinya.

Kesan yang saya dapatkan ketika berbicara tentang Carpe Diem dengan Lois adalah sebuah cita-cita, dimana dia ingin sekali bisa menyelesaikan satu karya setiap hari. Perwujudan cita-cita ini pun diawali dengan membuat banyak detail-detail di waktu-waktu luangnya setiap hari. Seperti misalnya membuat gulungan bunga mawar dari perca, atau detail-detail sederhana lainnya, yang hasilnya kadang-kadang dijadikan hiasan untuk sepatu atau asesoris untuk Bella, anaknya.
 

Selain menjadi ibu bagi Bella, membantu suaminya Dimas mengurus keperluan managerial studio tattoo Carpe Diem, dan menjadi seorang crafter, Lois juga ternyata punya kegiatan lain yang tentunya tak jauh dari dunia kreatif. Lois menjadi kontributor untuk majalah tattoo terbitan Bali yaitu Magic Ink. Disini Lois menulis pada rubrik Senandung Tinta. Ini adalah rubrik asuhannya, dimana dia banyak menuliskan tentang isu-isu yang dekat dengan kehidupan penyuka tattoo. Bagi Lois, tattoo tak sekedar goresan tinta pada lapisan kulit. Tatto memiliki makna yang sangat personal bagi pemiliknya, hampir sama dengan crafting, dimana tiap-tiap orang akan memunculkan karakter yang berbeda-beda walaupun membuat sesuatu dari tutorioal yang sama.

Selain menjalankan hobi, kegiatan crafting buat Lois juga merupakan sebuah terapi dan motivasi untuk mengurangi kebiasaan merokoknya. Menurutnya, ketika menyulam atau menjahit, tangan harus selalu dalam keadaan bersih "kamu gak mau kain kamu kotor", katanya, sementara merokok di sela-sela kegiatan menyulam atau menjahit adalah hal yang tidak mungkin. Selain kotor, bahan-bahan yang ada juga sangat mudah terbakar. Karena motivasi ini juga, Lois pernah berhasil melewati empat hari tanpa tembakau ketika mengerjakan sebuah stitching bag. Motivasi yang unik, namun cukup masuk akal bukan?

Banyak hal memang yang dapat dijadikan motivasi untuk melakukan sesuatu yang jauh lebih baik. Istilah "Carpe Diem" misalnya, yang walaupun hanya sekedar kata-kata, namun memiliki makna yang dapat menggerakkan sel-sel postif dalam diri kita. Semoga On Day Monday kali ini pun membawa aura yang sama, dan menjadikan kita orang-orang yang selalu positif dalam memandang segala hal.

Terimakasih atas keramahannya Mba Lois dan Mas Dimas, sampaikan salam kami untuk Bella yang lucu :)


Kalian bisa menemukan mereka di sini :
Stroberi Hitam & CarpeDiem TattooStudio
Jl. Janti Baru no. 18, Jogjakarta, Indonesia
+62274 9198282
tattoocarpediem[at]yahoo[dot]com
blog         :  http://stroberihitam.blogspot.com/
                  http://carpediemtattoo.wordpress.com/
facebook : CarpeDiem TattooStudio

 Ditulis Oleh: Putri

Jumat, 18 Februari 2011

SINDIKASI TOBUCIL : Acci Sang Pengadopsi Boneka Penebar Racun

Halo-halo Bandung!
kabar menarik dari Kota Kembang ini merupakan program sindikasi antara Ojanto dan Tobucil Handmade, dimana setiap minggunya kami akan bertukar cerita antara Jogjakarta dan Bandung :)

Namanya Acci, perajin boneka. Crafter dengan jawaban terlengkap dan teramah plus paling banyak bercanda yang pernah saya temui sampai detik ini meski terlalu sering mengulang kata “terus”. Tentu saja, jikalau memang memungkinkan, ingin rasanya saya mematri rekor maha dahyat ini di Museum Rekor Indonesia. Menggunakan teknik amigurumi dalam merenda, Acci menciptakan anak-anak mini dalam wujud boneka yang menggemaskan. Hahaha, dan saya menjadi paradoks dengan menulis pengantar yang begitu serius untuk Acci yang hobi tertawa. Nah, bagi yang berminat untuk meneruskan membaca berhati-hatilah. Sekali lagi, berhati-hati! Ini kali percakapan banyak berbicara boneka, jarum, dan rencana meracuni Mbak Tarlen ala (bukan) voodoo. Ouch, kok, jadi berdiri bulu Bang Roma begini, ya? Hehe. Siapkan nafas, mantapkan hati, dan yak! Percakapan di mulai wahai saudara-saudara sebangsa setanah bumi.


Kok, bonekanya dinamai Aldollable?
kalo Aldollable sebenernya nama dari blog saya aja, cuma dijadiin brand juga buat si boneka-boneka adopsi itu.

Adopsi? emng bapak ibunya kemana?
Ibunya kan saya.. bapaknya ya alat-alat rajut dan jahitnya… hahaha. Sebenernya biar enggak berasa jual anak, jadi pake istilahnya adopsi. makanya namanya juga Aldollable Foster Care, hehe. 

Hihihi.  Oh ya, emng sejak kapan, Ci, bikin boneka?
sebenernya dari dulu sih waktu SD pernah liat kakak saya bikin boneka dari felt (bahan dari serat yang dijadikan kain –red), terus ikut-ikutan bikin juga. Sempet vakum, nah, pas SMP mulai iseng bikin boneka felt lagi. terus Ketika SMA mulai tertarik sama amigurumi, akhirnya mencari tahu cara bikinnya di internet dan keterusan, deh, sampai sekarang. Selengkapnya baca disini...

Rabu, 16 Februari 2011

Play Your Magic Hands #2 - Membuat Notebook/Journal/Sketch Book

 

Ahhh..tanggal merah!
Hari libur di awal minggu membuat kami semakin semangat mengerjakan ini-itu sebagai persiapan Play Your Magic Hands.

Persiapannya sendiri sebenarnya sudah kami lakukan sejak akhir minggu kemarin. Mulai dari membuat booklet, menyiapkan bahan-bahan, dan membuat contoh notebook yang akan menjadi tutorial Play Your Magic Hands kali ini. Namun mengingat cukup banyak respon dari teman-teman minggu lalu, kami jadi sedikit mengkhawatirkan jumlah ketersediaan bahan-bahan kami. Kalau sampai tidak cukup, kan kasihan teman-teman yang sudah datang tapi tidak bisa ikut membuat sesuatu. Better safe than sorry, daripada menyesal lebih baik kami tambah lagi jumlah bahan-bahannya :D

Ternyata apa yang kami prediksikan benar terjadi. Mungkin karena hari libur, cukup banyak teman-teman yang berkesempatan hadir. Meja Play Your Magic Hands yang tadinya disiapkan dua buah harus ditambah menjadi 4 buah supaya cukup menampung kami.

 

Akhirnya Play Your Magic Hands dimulai. Tahap demi tahap membuat notebook dilakukan sesuai dengan tutorial pada booklet. Karena keterbatasan alat, teman-teman harus rela mengantri untuk membuat lubang jahitan dengan paku dan martil, juga ketika akan merapikan notebook dengan cutter dan penggaris.

 

Setelah teman-teman selesai menjahit dan merapikan notebook, mulailah tangan-tangan kreatif mereka membuat detail pada notebook polos. Dan kami dibuat terkagum-kagum sama detail yang dibuat oleh teman-teman. Semuanya bagus-bagus!


  

 
Play Your Magic Hands kali inipun tak ketinggalan dengan giveaway dari kami. Gak tanggung-tanggung, 2 giveaways kami sediakan minggu ini. Dan dua orang yang beruntung adalah Juwita dan Indri, selamat yaaa (-:

 

Keseruan Play Your Magic Hands masih akan terus lanjut sampai bulan Maret. Jadi buat teman-teman yang belum sempat datang bisa langsung melihat jadwalnya di sini. (-: Terimakasih atas kedatangannya teman-teman! Semoga bisa bertemu lagi minggu depan :D

Booklet Play Your Magic Hands bisa didownload di sini (-:

terima kasih untuk Dimpil yang telah membawakan cokelat ini buat kami.
senang sekali rasanya :-)

ditulis oleh : Putri

Senin, 14 Februari 2011

Ojanto Mengudara Lewat Radio Swaragama FM Jogja (-:

Hari Minggu kemarin adalah hari yang cerah dan mencerahkan hati kami walaupun hari sudah gelap. Seorang kawan bernama Fachnia Dwi Zettira memberikan kami kesempatan untuk mengudara di radio terkenal tempat dia bekerja – Swaragama FM.


Walau agak grogi sebenarnya karena ini pertama kalinya kami diinterview di radio, kami senang sekali malam itu. Obrolannya cukup seru. Kebanyakan kami membahas soal program Play Your Magic Hands yang sedang berjalan. Selain itu, kami juga sedikit berbincang soal craft atau kerajinan tangan. 



Sempat juga Fachnia bertanya soal craft yang lebih identik dengan cewek. Akan tetapi, bagi kami kerajinan tangan bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa pandang cewek atau cowok. Semuanya mampu untuk mengerjakannya. Cowok yang ber-kerajinan tangan pun tidak akan diidentikkan sebagai cowok setengah cewek. Berkerajinan tangan, paling sederhana adalah bertujuan untuk membuat barang yang personal. Hasil kerja tangan kita sendiri. Mungkin begitu kira-kira. (-:

Pokoknya sekali lagi, terasa sangat menyenangkan bagi kami karena mendapat kesempatan ini. Terima kasih sekali Fachnia, terima kasih sekali Swaragama FM (-: sampai jumpa di lain kesempatan ya..


Hari ini terasa begitu menyenangkan bagi kami. (-:
Terima Kasih

Ojanto on Media Indonesia ^^

Pada suatu sore yang cerah sesaat sebelum Play Your Magic Hands dimulai, tiba-tiba hp saya berdering tanda sms masuk. Apa yang terbaca dalam isi sms itu membuat hati saya dan Ojan sumringah seketika. Sms itu datang dari Christine – Media Indonesia, yang bermaksud menghubungi kami untuk bertanya-tanya seputar Play Your Magic Hands.
Tak lama kemudian Christine menghubungi, lalu mengalirlah obrolan kami via telepon. Christine banyak bertanya seputar Play Your Magic Hands, alasan kami melakukan kegiatan itu, dan beberapa hal lainnya seputar Ojanto. Sebelum mengakhiri obrolan, Christine juga menyampaikan bahwa obrolan kami di sore itu akan dimuat di rubrik Move – Media Indonesia edisi Minggu 13 Februari 2011. Ehem..jadi gak sabar kan menunggu hari Minggu datang :D

Ternyata wajah-wajah yang cukup familiar yang kami lihat di rubrik Move edisi 13 Februari 2011 (selain wajah kami sendiri tentunya :p). Ada mba Dita Cemprut yang juga pernah menyambangi Play Your Magic Hands, dan ada Mas Errie dari The Man Who Knits yang masih terus menyebarkan virus merajut ke siapa saja.

Rubrik Move kali ini memang membahas seputar barang-barang handmade dan orang-orang yang ada di belakangnya. Edisi ini juga mengajak teman-teman untuk membuat sendiri barang handmade-mu dengan tutorial dari Cemprut.

 
Kalau teman-teman tidak sempat membeli koran Media Indonesia edisi kemarin, jangan khawatir, karena kamu masih bisa membacanya via e-paper Media Indonesia dengan menuju ke link ini. Atau bisa juga klik saja gambar di bawah ini untuk membacanya.

Terimakasih Media Indonesia telah mendukung tangan-tangan kreatif ini untuk terus berkarya. Juga untuk teman-teman kami yang tak henti-hentinya menunjukkan support, membuat kami semakin bersemangat untuk menjadi lebih baik lagi :)

On Day Monday #4 - Ria Rose Batik

Pelestarian Seni dan Budaya Lokal Disertai dengan Inovasi Teknik dan Kreasi
Darah seni itu akan mengalir temurun ke anak cucu. Sepertinya ungkapan itu terbukti benar adanya pada keluarga yang satu ini. Bergelut dengan batik selama 35 tahun, Ayah dan Ibu termasuk pioneer batik kontemporer Jogjakarta. Perlahan mereka telah meresapkan keilmuan batik kepada anak tunggalnya, yaitu mbak Ria. On Day Monday kali ini menyajikan sekelumit cerita tentang Ria Rose Batik.


Minggu siang yang terik memacu perjalanan kami ke daerah Panggungharjo, Sewon, Bantul. Menemukan rumahnya bukan hal yang sulit karena detail rumah yang unik sudah terlihat dari kejauhan. Sampailah kami di sebuah rumah sederhana tapi spesial – Rusli Art Studio. Mozaik keramik, pahatan pintu, lukisan di dinding, patung, dan taman kecil di halaman rumah sudah menanti, disertai sambutan hangat dari mbak Ria. 


Pak Rusli dan istrinya sedang sibuk membatik di studionya yang sederhana. Tapi menjadi mewah karena dengan sangat hangat mereka menyapa kami.  Pak Rusli mulai bercerita bahwa selama 35 tahun membatik, beliau telah berhasil mengembangkan berbagai macam teknik dan kreasi dalam membatik. Salah satu bentuk inovasinya adalah teknik membatiknya dengan membentangkan kain menggunakan frame kayu. Beliau tidak menggunakan lagi gawangan, yaitu alat (seperti jemuran) yang digunakan pembatik tradisional untuk meletakkan kain saat membatik. 


Beliau lebih fokus ke batik lukis (Batik Painting). Hobinya sangat membantu dalam pencarian inspirasi dalam membatik. Memancing di laut, berburu di hutan, atau sekedar jalan-jalan ke area persawahan ternyata cukup mampu membuat memorinya merekam momen-momen yang akan dituangkan dalam sketsa sebelum membatik. Hal inilah yang menjadi ciri khas batik lukisnya, momen-momen yang sangat Indonesia, khususnya Jogjakarta.


Walaupun teknik dan kreasi batik tradisional masih mengacu pada pakem yang ada, beliau adalah pembatik yang terus berusaha keluar dari jalur itu. Lelaki jebolan SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) ini berinovasi dalam teknik dan kreasi untuk mencipta batik-batik lukis yang bernilai tinggi.

 

Sang Ibu muncul membawakan kami teh hangat di tengah obrolan kami. Mbak Ria mulai bercerita. Awal ketertarikan terhadap apa yang dikerjakan orang tuanya muncul sejak SMP. Sedikit demi sedikit dia terus belajar tentang batik. Setelah lulus dari SMSR, dia mulai serius di jalur ini. 2008 menjadi tahun dimana dia membangun brand-nya sendiri yang diberi nama Ray’s Batik. Karena terhalang masalah segmentasi, Ray’s Batik dirombak lagi dan diberi nama Ria Rose Batik


Ria Rose sudah melayani berbagai macam pesanan batik yang unik. Contohnya, dia sudah berhasil melayani pesanan kain batik untuk dibuat tas dan jaket. Dari pesanan-pesanan tersebut, teknik membatiknya juga semakin berkembang. Sempat dia memperagakan bagaimana membuat efek warna gradasi untuk batik lukisnya. Segudang teknik membatik yang unik darinya tidak akan cukup jika dituliskan. Dia akan menyambut dan tidak segan-segan memperagakan cara membatiknya. Dia akan menyambutmu dengan hangat.


Kejayaan batik lukis yang pernah diraih ayahnya membuat Mbak Ria terus berusaha untuk membuat nyata harapannya. Dia ingin membuat Ria Rose semakin berkembang. Dia ingin menyerap tenaga kerja dari masyarakat di sekitarnya. Selain itu, dia ingin terus melestarikan batik sebagai budaya bangsa. Kepuasan material tidak akan pernah bisa mengalahkan kepuasan batin. Hal itu juga memacunya untuk terus membatik.

Mbak Ria sempat menyampaikan saran untuk kita semua, “Hilangkan semua rasa takut untuk memulai. Usaha apapun, yang penting ada kemauan dan niat. Apalagi jika usaha itu kental akan budaya seperti batik misalnya, kita harus mampu membuat kreasi sendiri. Saya optimis, produk-produk kita tidak akan kalah dengan hasil kebudayaan di luar sana.”

Beginilah sedikit cerita tentang keluarga pembatik lukis di Jogja. Semoga memperkaya wawasan kita bersama. Sampai jumpa di On Day Monday minggu depan ya (-: onde mandeeee....!!!


Ria Rose Batik
Gesikan Jaranan RT 05
Panggungharjo, Sewon, Bantul
Jogjakarta, Indonesia
Email          : riarose_batik[at]yahoo[dot]com
Facebook   : Ria Rose Batik
Blog           : www.riarosebatik.blogspot.com

Share This

Related Posts with Thumbnails